TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai asal Australia Qantas pada Minggu, 20 Oktober 2019, merampungkan penerbangan uji coba non-stop dari kota New York, Amerika Serikat, ke Sydney, Australia. Uji coba itu dalam rangka menjadikan Qantas sebagai pesawat penerbangan komersial yang melakukan perjalanan lamngsung hampir 20 jam. Lama perjalanan bisa berdampak pada pilot, awak pesawat dan penumpang.
Dikutip dari asiaone.com, Senin, 21 Oktober 2019, dalam penerbangan uji coba tersebut pesawat Qantas dengan nomor penerbangan 7879 membawa sekitar 50 penumpang dan awak pesawat. Pesawat untuk perjalanan panjang itu adalah Boeing 787-9 Dreamliner. Burung besi itu mendarat di kota Sydney pada Minggu pagi setelah menempuh perjalanan 16.200 kilometer atau sektiar 19 jam 16 menit.
“Ini benar-benar sebuah momen bersejarah bagi Qantas dan penerbangan Australia serta momen bersejarah bagi penerbangan dunia,” kata CEO Qantas, Alan Joyce, yang juga ikut dalam penerbangan tersebut.
Qantas Airways. (AP Photo/Rob Griffith)
Dengan tingginya pertumbuhan permintan perjalanan udara dan peningkatan kinerja pesawat, sejumlah maskapai berlomba-lomba mencari rute perjalanan yang bisa dilakukan dalam sekali jalan. Asosiasi Transportasi Udara Internasional atau IATA memperkirakan mereka yang akan melancong dengan pesawat terbang bakal tumbuh dari 4,6 miliar pada 2019 menjadi 8,2 miliar pada tahun 2037.
Belum ada pesawat komersial yang menempuh perjalanan sejauh Qantas 7879 dalam kondisi penuh penumpang. Untuk memberikan pesawat kebutuhan yang diperlukan dalam penerbangan panjang itu, Qantas pun memaksimumkan bahan bakar, para penumpang pun dibatasi berat barang bawaannya dan tidak ada kargo yang dimuat ke penerbangan itu.
Penerbangan uji coba ini untuk mengumpulkan data bersama tim peneliti untuk memantau pencahayaan, aktivitas, pola waktu tidur dan konsumsi para penumpang serta tingkat melatonin para awak pesawat. Mereka juga akan mempelajari pola gelombang otak dua pilot, dimana saat penerbangan pilot dan co-pilot dilengkapi peralatan pemantau otak.