TEMPO.CO, Jakarta - Turki dan Kurdi saling tuduh masing-masing pihak melanggar gencatan senjata di Suriah.
Pada Sabtu kemarin masih terjadi pertempuran antara milisi Kurdi dan milisi dukungan Turki di kota perbatasan Suriah, Ras al-Ain.
Kedua pihak saling menuduh melanggar gencatan senjata yang ditengahi AS, dua hari setelah Turki setuju untuk memberikan pasukan Kurdi 120 jam untuk mundur dari perbatasan Turki-Suriah, untuk memungkinkan Ankara membentuk wilayah yang disebutnya "zona aman".
Dikutip dari Al Jazeera, 20 Oktober 2019, Kementerian Pertahanan Turki mengatakan pada Sabtu tentaranya mematuhi gencatan senjata namun menjadi sasaran serangan.
Kementerian itu mengatakan telah ada 14 serangan provokatif dari para milisi Kurdi dalam 36 jam terakhir, 12 di antaranya di kota Ras al-Ain, yang telah dikepung oleh milisi Suriah pro Turki selama beberapa hari.
Dilaporkan milisi Kurdi menggunakan mortir, roket, senjata anti-pesawat dan senjata berat anti-tank dalam serangan itu. Kementerian mengatakan Ankara berkoordinasi dengan Washington untuk memastikan gencatan senjata.
Sementara Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi menuduh balik dengan mengatakan ada serangan oleh pasukan Suriah yang pro-Turki di Ras al-Ain dan personel medis tidak dapat memasuki kota.
Komandan SDF mengatakan tentara Turki dan milisi sekutu juga menghalangi orang untuk meninggalkan Ras al-Ain.
"Turki mencegah penarikan dari daerah Ras al-Ain, mencegah keluarnya pasukan kami, yang terluka dan warga sipil," Mazloum Abdi, kepala SDF.
Seorang pejabat senior Turki membantah bahwa Ankara menghalangi penarikan mereka dan menyebut klaim itu sebagai informasi palsu.
Abdi juga mengatakan AS tidak melakukan cukup banyak hal untuk memaksa Turki mematuhi perjanjian tersebut.
"Jika tidak ada komitmen, kami akan mempertimbangkan apa yang terjadi pertandingan antara Amerika dan Turki, di satu sisi mencegah penarikan pasukan sementara di sisi lain mengklaim pasukan kami tidak mundur," kata Abdi.
Dikutip dari Reuters, Presiden Tayyip Erdogan mengatakan pada hari Sabtu Turki akan melanjutkan serangannya ke Suriah timur laut dan menghancurkan kepala teroris, jika kesepakatan dengan Washington mengenai penarikan Kurdi dari daerah itu tidak sepenuhnya dilaksanakan.
"Jika berhasil, maka itu akan berhasil. Jika tidak, kami akan terus menghancurkan para kepala teroris begitu 120 jam (gencatan senjata) berakhir," kata Erdogan kepada para pendukung di provinsi Turki tengah, Kayseri.
"Jika janji-janji yang dibuat kepada kita tidak ditepati, kita tidak akan menunggu seperti yang kita lakukan sebelumnya dan kita akan melanjutkan operasi yang tertinggal begitu waktu yang kita tetapkan telah habis," katanya.
Asap membubung usai serangan yang dilancarkan pemberontak Suriah pro-Turki di atas kota Ras al Ain, Suriah, 16 Oktober 2019. Perang antara milisi pemberontak Suriah pro-Turki dengan pasukan Kurdi Suriah kembali pecah sejak militer AS menarik diri dari perbatasan. REUTERS/Murad Sezer
Turki menganggap YPG, komponen utama Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi, sebagai kelompok teroris karena kaitannya dengan pemberontak Kurdi di Turki tenggara.
Kesepakatan mengejutkan untuk menunda serangan militer Turki di Suriah bergantung pada permintaan Erdogan bahwa Washington menyetujui batas waktu pada setiap gencatan senjata, kata seorang pejabat senior Turki pada Jumat.
Kesepakatan itu bertujuan untuk membendung krisis kemanusiaan, yang mengusir 200.000 warga sipil di kawasan itu, dan meredakan kekhawatiran keamanan terhadap ribuan tawanan ISIS yang dijaga oleh YPG, yang menjadi sasaran serangan Turki.
Zona aman yang direncanakan akan berjarak 32 km ke Suriah. Erdogan mengatakan pada hari Jumat bahwa zona aman akan membentang sekitar 440 km dari barat ke timur di sepanjang perbatasan, meskipun utusan khusus AS untuk Suriah mengatakan perjanjian itu mencakup wilayah yang lebih kecil di mana pasukan Turki dan milisi Kurdi bertempur.