TEMPO.CO, Jakarta - Tokyo, ibukota Jepang lumpuh akibat terjangan badai Hagibis yang terkuat yang pernah terjadi dalam beberapa dekade dan disusul gempa 5.7 pada Minggu pagi, 13 Oktober 2019.
Badai disertai hujan deras menenggelamkan ratusan rumah di Tokyo dan beberapa perfektuar di sekitarnya.
Listrik padam, transportasi darat, laut dan udara berhenti total karena kencangnya badai serta hujan.
Bandara internasional Haneda dan Narita di Tokyo ditutup sementara. Pelayanan kereta cepat peluru ke bandara sempat dihentikan kemarin malam dan berlanjut hingga hari ini.
Ribuan penerbangan di dua bandara internasional di Tokyo terpaksa dibatalkan karena situasinya berbahaya untuk terbang.
Kereta dalam kota, Tokyo Metropolitan Area, yang dioperasikan JR East tidak dapat beroperasi hingga hari ini.
Tokyo yang letaknya lebih rendah dari laut membuat sekitar 1,5 juta penduduknya waspada.
"Situasi lebih buruk dibanding malam ini," kata Nobuyuki Tsuchiya, direktur Japan Riverfront Research Center, seperti dilaporkan The Japan Times.
Bahaya banjir dan tanah longsor juga telah terjadi.
Lokasi wisata populer Hakone diterjang hujan deras selama 24 jam.
Tokyo Disneyland juga ditutup sejak kemarin, penutupan yang terkait dengan cuaca untuk pertama kali sejak tahun 1984.
Supermarket di sekitar Tokyo kehabisan air minum kemasan botol , baterai, dan produk-produk yang berhubungan dengan bencana.
Ribuan orang ditempatkan di tempat penampungan sementara sebelum situasi lebih buruk tiba.
Yuke Ikemura, guru sekolah penitipan anak berusia 24 tahun menuturkan, dia pindah ke tempat penampungan di pusat komunitas di timur Tokyo bersama putranya berusia 3 tahun dan anak perempuan berusia 8 bulan, dan kelinci peliharaan mereka.
"Kami membawa serta kebutuhan pokok kami. Saya ketakutan memikirkan kapan kami akan kehabisan popok dan susu," ujarnya.
Sedikitnya 10 orang tewas dan 16 orang dinyatakan hilang akibat terjangan badai Hagibis ke wilayah utara Jepang termasuk Tokyo.