TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan, PBB mengalami defisit finansial mencapai US$230 juta atau setara dengan Rp 3,2 triliun. Dana yang tersedia di lembaga yang beranggotakan 192 negara ini dipastikan habis pada akhir Oktober ini.
Dalam surat yang dikeluarkan Sekretariat PBB kepada 37 ribu karyawannya yang diperoleh AFP dan dikutip Channel News Asia pada 8 Oktober 2019, Guterres menyebut langkah-langkah tambahan untuk menutupi jurang yang akan diambil guna memastikan pembayaran gaji dan hak-hak karyawan.
"Negara-negara anggota hanya membayar 70 persen dari total dana yang dibutuhkan untuk anggaran operasional rutin KAMI pada 2019. Ini berarti kekurangan uang tunai sebesar US$ 230 juta pada akhir September. Kami menghadapi risiko cadangan menipis akhir bulan ini," tulis Guterres di suratnya.
Untuk memangkas biaya, Guterres menunda berbagai konferensi dan mengurangi pelayanan. Bersamaan itu, juga melarang bepergian kecuali hanya untuk kegiatan-kegiatan penting serta mengambil langkah menyelamatkan energi.
Awal tahun ini, Guterres telah meminta negara anggota PBB untuk meningkatkan kontribusinya kepada PBB untuk mengatasi masalah arus kas. Namun menurut seorang pejabat di PBB, negara-negara anggota menolaknya.
"Tanggung jawab terakhir mengenai kesehatan keuangan kita berada pada negara-negara anggota," ujar Guterres.
Sebagai catatan, anggaran operasional PBB pada periode 2018-2019 mendekati US$5,4 miliar. Amerika Serikat menjadi penyumbang terbesar kepada PBB melalui iurannya, yakni sebesar 22 persen.