TEMPO.CO, Baghdad – Warga Irak menuntut pemerintah untuk melakukan reformasi ekonomi untuk mengatasi kemiskinan yang berkembang saat ini.
“Orang-orang kelaparan. Itu sebabnya mereka memprotes,” kata Showqi, 51 tahun, yang ikut berdemonstrasi di Baghdad, Irak, pada Ahad, 6 Oktober 2019 seperti dilansir Aljazeera.
Showqi melanjutkan,”Kami punya banyak cadangan minyak tapi kami tidak melihat hasil dari kekayaan negara kami. Hasilnya kemana semua?”
Showqi mengatakan banyak warga yang terluka karena dipukul oleh polisi anti-huru hara. Sebagian warga lainnya telah ditangkap. Sekitar seratus orang tewas dalam kerusuhan di Irak, yang memprotes kondisi ekonomi buruk yang terus terjadi.
“Kami minta perbaikan total. Kami minta mereka yang berkuasa diadili. Kami ingin memilih dari masyarakat, yang tidak terkait dengan partai yang ada yang tangannya berdarah, untuk memimpin.
Unjuk rasa ini telah berlangsung sekitar sepekan di berbagai kota di Irak termasuk ibu kota Baghdad. Masyarakat menyalahkan tingkat pengangguran yang terus bertambah, korupsi, dan buruknya layanan publik seperti kurang air dan listrik.
Warga mulai berunjuk rasa pada Selasa, 2 Oktober 2019 saat mereka menjawab seruan di sosial media untuk turun ke jalan di Baghdad.
Beberapa pengunjuk rasa mengatakan pemerintah mengerahkan penembak jitu untuk menembaki warga dengan peluru tajam. Sekitar 4 ribu orang terluka dalam unjuk rasa ini seperti dilansir oleh Komisi Tinggi HAM Irak.
Pemerintahan Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi memblokir akses internet dan menerapkan jam malam di sejumlah area, yang baru dicabut pada Sabtu pagi.
Irak merupakan negara pemilik cadangan minyak keempat terbesar di dunia. Kondisi ekonominya memburuk karena konflik berkepanjangan termasuk invasi yang dipimpin AS, dan menghancurkan infrastruktur negara.
Pada Jumat pekan lalu, Imam Besar Ayatullah Ali al-Sistani, yang merupakan pemimpin Syiah tertinggi di sana, meminta deeskalasi kekerasan sebelum terlambat. Dia juga mendesak pemerintah segera melakukan reformasi ekonomi.
Sedangkan Presiden Irak, Barham Salih, mengecam tindak kekerasan terhadap para demonstran dan meminta agar hak konstitusisonal publik untuk berkumpul dan berdemonstrasi dijaga.
Soal tuntutan massa, PM Abdul Mahdi mengatakan tidak ada solusi cepat untuk mengatasi masalah Irak tapi berjanji mengimplementasikan reformasi ekonomi.
“Ekonomi negara mengandalkan minyak terlalu besar, dan korupsi menjadi masalah besar sejak 2013,” kata Aymenn Jawad al-Tamimi, seorang analis independen yang fokus masalah Irak.
Menurut Tamimi, sektor swasta di Irak kurang berkembang dan terlalu mengandalkan sektor publik untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Dia meminta pemerintah melakukan perubahan besar-besaran agar keadaan negara tidak memburuk.