TEMPO.CO, Jakarta - Hong Kong berencana melarang penggunaan masker atau penutup wajah dalam setiap unjuk rasa. Rencana aturan itu diterbitkan setelah Hong Kong terseok-seok mengatasi gelombang protes yang umumnya berujung rusuh.
Media di Hong Kong mewartakan Pemimpin Hong Kong Carrie Lam rencananya akan menggelar jumpa wartawan untuk mengumumkan pelarangan penggunaan penutup wajah oleh para demonstran. Dalam aktivitas sehari-hari, penutup wajah digunakan untuk melindungi diri dari flu atau cuaca dingin.
“Setelah berbulan-bulan pemerintah menolak menjawab tuntutan kami. Kebrutalan polisi semakin menjadi-jadi dan rencana pemberlakuan aturan tak boleh memakai penutup wajah ditujukan untuk mengancam kami dari berunjuk rasa,” kata Chan, 27 tahun, yang tak mau dipublikasi nama lengkapnya.
Banyak pengunjuk rasa menggunakan penutup wajah untuk menutupi identitas mereka. Larangan ini diperkirakan berlaku per Jumat tengah malam, 4 Oktober 2019.
Gelombang protes anti-pemerintah telah membuat Hong Kong berselimut ketegangan dan terperosok dalam krisis politik terbesar. Unjuk rasa di Hong Kong telah menjadi tantangan besar bagi Presiden Cina Xi Jinping sejak dia memangku jabatan sebagai orang nomor satu di Negeri Tirai Bambu.
Protes ini memperlihatkan kemarahan masyarakat Hong Kong atas intervensi yang dilakukan oleh Beijing terhadap hubungan urusan dalam negeri Hong Kong. Hong Kong berada di bawah kendali Cina dengan aturan satu negara dua sistem. Aturan ini berlaku sejak wilayah itu dikembalikan Inggris ke Cina pada 1997.
Cina menyangkal tuduhan telah mencampuri urusan Hong Kong. Sebaliknya Beijing menduga pihak asing termasuk Amerika Serikat dan Inggris sedang mengendalikan sentimen anti-Cina.
Para pengunjuk rasa, sambil menggunakan penutup wajah dan helm, melakukan aksi turun ke jalan memenuhi sejumlah titik keramaian di Hong Kong. Mereka menyerukan salah satunya agar Hong Kong menjadi wilayah yang kuat.