TEMPO.CO, Sydney – Ribuan orang berunjuk rasa di Sydney, Australia, dan Taipei, Taiwan, untuk mendukung gerakan anti-totaliterianisme terkait demonstrasi pro-Demokrasi di Hong Kong.
Ini menjadi aksi unjuk rasa solidaritas terbesar di Australia sejak bergulirnya gerakan pro-Demokrasi pada Maret 2019.
Para peserta demonstrasi berteriak ‘tambahkan minyak’, yang berarti menambah semangat.
“Sebagian demonstran memegang plakat bertuliskan ‘Selamatkan Hong Kong’ dan ‘Hentikan Tirani’,” begitu dilansir Channel News Asia pada Ahad, 29 September 2019.
Sebagian pengunjuk rasa juga membawa payung berwana kuning. Menurut Bill Lam, 25 tahun, yang ikut unjuk rasa pro-Hong Kong dan pindah ke Sydney sekitar dua bulan lalu untuk belajar, mengatakan pemrotes merasa sangat tertekan dan ingin otoritas menghormasi Hak Asasi Manusia para pengunjuk rasa.
“Saya datang ke sini, dan saya ingin medukung mereka dari Australia,” kata dia. “Saya merasa sangat sedih saat menonton video di sosial media dan Facebook setiap malam,” kata dia.
Frankie Lo, 47 tahun, telah tinggal di Australia selama bertahun-tahun tapi tetap peduli situasi di Hong Kong.
“Kami masih percaya satu negara, dua sistem. Tapi mereka harus taat hukum dasar. Ini bukan soal kemerdekaan,” kata dia. Dia juga mendesak Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, untuk mendesak pembentukan tim independen soal tindakan brutal polisi terhadap demonstran.
Demonstrasi solidaritas Hong Kong juga digelar di Taipei, Taiwan, oleh sekitar dua ribu orang, yang kebanyakan mengenakan pakaian berwarna hitam. Aksi berlangsung di tengah turunnya hujan deras di luar gedung parlemen. Warga Hong Kong berunjuk rasa menolak legislasi ekstradisi dan meminta penerapan sistem demokrasi penuh.