TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Perdana Menteri Ukraina Mykola Azarov dalam sebuah wawancara meminta Ukraina menginvestigasi aktivitas Hunter Biden, putra kandidat Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk membuktikan apakah perannya di sebuah perusahaan gas Ukraina sudah memenuhi aturan negara itu. Azarov tidak menyebut spesifik hukum yang dimaksud.
Dikutip dari reuters.com, Minggu, 29 September 2019, Hunter pernah bekerja sebagai direktur di Burisma Holdings Limited di Ukraina 2014 - 2018.
Hunter Biden, putra kedua Joe Biden mantan Wakil Presiden Amerika Serikat. Sumber: pagesix.com
Dalam sebuah memo yang dipublikasi Gedung Putih memperlihatkan pada Juli 2019, Presiden Amerika Serikat Donald Trump melalui sambungan telepon telah meminta pada mitranya Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy agar meminta jaksa penuntut di Ukraina menginvestigasi aktivitas Hunter di negaranya. Permintaan Trump itu disetujui oleh Zelenskiy.
"Ini adalah sebuah fakta (kediktatoran dan uang imbalan) dan tidak dibuat-buat. Ini harus diselidiki sehingga hal ini bisa dicek balik," kata Azarov.
Azarov yang menjabat Perdan Menteri Ukraina 2010 - 2014 adalah seorang buronan di negara atas tuduhan telah menyalahgunakan wewenang, penggelapan dan penyalahgunaan. Interpol sudah menerbitkan surat penangkapan terhadapnya atas permintaan otoritas Ukraina. Azarov saat ini berlindung di ibu kota Moskow, Rusia.
Juru bicara untuk kampanye Joe Biden menolak berkomentar soal ucapan Azarov itu. Saat ini belum ada satu pun kritik terhadap Hunter yang disertai bukti kalau dia telah melanggar hukum Ukraina.
Biro Anti-korupsi Ukraina pada Jumat, 27 September 2019, mengatakan pihaknya pernah menginvestigasi aktivitas di Burisma pada 2010 - 2012, namun ketika itu tidak ada dewan direksi di Burisma yang dituntut hukum. Sedangkan Hunter bergabung dengan perusahaan itu pada 2014.
Hunter menjadi sorotan setelah DPR Amerika Serikat mengajukan permintaan agar dilakukan pemakzulan terhadap Trump, yang berasal dari Partai Republik. Anggota DPR Amerika Serikat melihat tindakan Trump itu mengancam keamanan nasional dan integritas pemilu Amerika Serikat karena Trump meminta keuntungan politik dari pihak asing (Ukraina) supaya bisa terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat dalam pemilu 2020.