TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri dan CEO Huawei, Ren Zhengfei, menawarkan lisensi teknologi 5G Huawei ke perusahaan AS agar bisa bersaing membuka pasar lebih kompetitif.
Pada Kamis dalam pertemuan dengan media di kantor pusat Huawei di Shenzhen, Ren mengungkapkan bahwa tujuan berbagi teknologi adalah untuk membuat Huawei dan perusahaan AS bersaing dalam jaringan 5G. Ren percaya diri bahwa Huawei juga akan menang dalam kompetisi berikutnya.
"Kami tidak khawatir tentang munculnya pesaing yang kuat," kata Ren. "Saya akan sangat senang jika (pesaing) benar-benar dapat menantang Huawei, membantu kami menjadi lebih efisien dan menghilangkan area bisnis dan staf yang berkinerja buruk di Huawei," seperti dikutip dari South China Morning Post, 27 September 2019.
Huawei yang masuk dalam daftar hitam AS pada bulan Mei, dengan memblokir Huawei membeli produk dan layanan AS, telah meningkatkan investasi strategis dan menambahkan ribuan peneliti dalam upaya untuk melawan larangan AS.
Dalam wawancara dengan The Economist pada 10 September, Ren mengungkapkan bahwa Huawei siap untuk membagikan teknologinya 5G dengan pembeli Barat potensial dengan imbalan akses ke pasar mereka. Lebih lanjut, perusahaan akan memungkinkan pelanggan untuk memodifikasi kode sumber sehingga baik Huawei maupun pemerintah Cina tidak dapat memiliki kendali atas infrastruktur telekomunikasi yang dibangun menggunakan peralatannya.
Terlepas dari larangan AS, Huawei telah membuat kemajuan signifikan dalam pembangunan jaringan 5G global dan hingga saat ini telah mengantongi sebanyak 60 kesepakatan 5G komersial, menurut ketua rotasi perusahaan Ken Hu Houkun dalam konferensi pers di Shanghai bulan ini.
Pendiri Huawei Technologies, Ren Zhengfei (kanan) dan Presiden Cina, Xi Jinping, (kiri). Reuters
Pada hari Kamis, Ren mengatakan dia hanya ingin menjual teknologi 5G Huawei ke perusahaan Amerika. "Eropa memiliki teknologi 5G sendiri, dan Korea Selatan dan Jepang juga memiliki 5G mereka sendiri, yang memungkinkan perusahaan untuk menguji teknologi mereka sendiri untuk memperkuat dan menyesuaikannya," kata Ren.
"Kita harus mempertimbangkan perusahaan-perusahaan Amerika dan membiarkan mereka bersaing dengan kita dari seluruh dunia," lanjut Ren.
Tawaran untuk melisensikan teknologi 5G menandai upaya terbaru Huawei, yang juga vendor ponsel pintar terbesar kedua di dunia, untuk meminimalkan dampak larangan perdagangan AS. Huawei memproyeksi pendapatan sekitar US$ 10 miliar atau Rp 142 triliun dari bisnis smartphone tahun ini.
Perusahaan-perusahaan Amerika dilarang menjual sebagian besar layanan dan komponen AS ke Huawei tanpa lisensi khusus, meningkatkan kekhawatiran tentang rantai pasokan perusahaan.
Washington menuduh bahwa Huawei adalah risiko keamanan nasional, meskipun perusahaan itu berulang kali membantah bahwa peralatannya dapat digunakan oleh Beijing untuk memata-matai. Sejak itu Huawei mengumumkan bahwa mereka sedang mengembangkan sistem operasinya sendiri.