TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Mesir anti-pemerintah pada Jumat, 27 September 2019, kemungkinan akan kembali menggelar unjuk rasa menuntut Presiden Abdel Fattah el-Sisi mengundurkan diri. Unjuk rasa itu dipicu serangkaian video pengakuan yang dipublikasi oleh Mohamed Ali, aktor dan pengusaha bidang kontraktor di Mesir yang sekarang mengasingkan diri ke luar negeri.
Dikutip dari aljazeera.com, selama hampir 15 tahun Ali memiliki hubungan dekat dengan sejumlah politikus dan pucuk pimpinan di Angkatan Bersenjata Mesir yang pada akhirnya menjadi ‘orang dalam’. Dalam serangkaian video yang diunggah online, Ali mengakui telah menerima ‘manfaat’ dari korupsi yang dilakukan pemerintah. Dia menggambarkan bagaimana perusahaannya, Amlak, mendapatkan sejumlah kontrak-kontrak kerja yang menguntungkan dari pemerintah tanpa melalui proses tender.
Sekelompok orang melakukan aksi unjuk rasa menuntut agar Presiden Sisi mengundurkan diri. Sumber: Amr Abdallah Dalsh/Reuters/aljazeera.com
Dalam pengakuannya, Ali mengaku menyesal menjadi bagian dari korupsi yang merajalela di lingkungan militer dan sanak-saudara Sisi, termasuk istri Presiden Sisi, Intissar. Ali menggambarkan tempat-tempat mewah dan hotel megah di Mesir dibangun untuk el-Sisi, padahal bukan dia yang membiayai pembangunan itu. Pembangunan hotel dan tempat mewah lainnya sangat bertolak belakang dengan kemiskinan yang dihadapi masyakarat Mesir saat ini.
Video pengakuan Ali itu telah memancing kemarahan masyarakat Mesir. Saat ini banyak muncul tagar seperti ‘keluarlah Anda sendirian (Sisi)’, ‘waktu mu sudah selesai, Sisi’ dan ‘Sisi harus pergi’. Ribuan kicauan Twitter menyerukan masyarakat Mesir agar turun ke jalan melakukan unjuk rasa damai menuntut agar el-Sisi mengundurkan diri.
“Sisi, waktu mu sudah selesai. Saat ini terserah padanya dan para pendukungnya yang akan membuat sebuah kesalahan besar,” kata Ali dalam unggahannya.
Pemerintah Mesir sebelumnya memangkas subsidi bahan kebutuhan pokok dan minyak sebagai bagian dari kesepakatan pengucuran dana pinjaman dengan IMF yang dibuat pada 2016. Dampak nilai tukar mata uang Mesir yang terombang-ambing juga telah membuat harga-harga bahan kebutuhan pokok meningkat sehingga membuat kelompok masyarakat miskin di Mesir semakin tercekik. Angka kemiskinan di Mesir pada 2018 meningkat menjadi 32,5 persen dari 27,8 persen pada 2015.