TEMPO.CO, Khurais – Menteri Energi Arab Saudi, Pangeran Abdulaziz bin Salman, sedang berada di London, Inggris, pada akhir pekan lalu saat mendengar kabar kilang minyak Saudi Aramco diserang drone dan rudal.
Pangeran segera terbang pulang ke Saudi dan tiba di markas Saudi Aramco di Dhahran untuk mengecek kerusakan akibat serangan itu.
Tiga narasumber bercerita pada saat yang sama, seperti dilansir Reuters, Jumat, 20 September 2019,”Para pejabat di perusahaan negara Saudi Aramco berkumpul di sebuah ruangan yang disebut ruang manajemen darurat di kantor pusat.”
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan serangan terhadap kilang minyak itu sebagai tindakan pernyataan perang terhadap Arab Saudi.
Kelompok Houthi mengaku bertanggung jawab atas serangan ini. Kelompok ini berperang melawan pasukan Arab Saudi di Yaman.
Militer Saudi menyebut serangan itu dilakukan oleh Iran. AS mendukung pernyataan Saudi ini.
Pemerintah Iran membantah tudingan itu dan mengatakan siap berperang jika diserang secara militer.
Menurut cerita dari sejumlah narasumber kepada Reuters, serangan terjadi pada sekitar pukul 3.30 pagi pada Sabtu pekan lalu. Sekitar 25 drone dan rudal yang terbang rendah menyasar dua fasilitas pengolahan minyak terbesar Saudi, yang terletak di sebelah timur.
Chief Executive Officer Saudi Aramco, Amin Nasser, bergegas tiba di kantor pusat perusahaan dan memasuki ruang manajemen darurat untuk membahas peristiwa ini bersama sejumlah pejabat tinggi lainnya.
“Ada rasa keterkejutan yang besar mengetahui skala kerusakan di fasilitas pengolahan minyak,” kata sejumlah orang.
Ada sekitar 200 orang bekerja di fasilitas pengolahan minyak Khurais. Mereka segera dievakuasi.
Para pejabat Saudi meyakini Iran berada dibalik serangan ini karena intensitas serangan itu melebihi kemampuan militer Houthi. Sejumlah diplomat di Teluk mengatakan pejabat Saudi ingin mengumpulkan bukti terlebih dulu sebelum mengumumkan kesimpulannya soal ini.
Pejabat Saudi juga berbicara dengan sejumlah sekutu untuk meminta bantuan tenaga ahli untuk melakukan investigasi. Mereka juga ingin memperkuat sistem pertahanan udara Saudi agar tidak mudah terkena serangan rudal.
Pada Sabtu itu, Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed Bin Salman, menelpon Presiden AS, Donald Trump, dan memberi tahu perkembangan terkini.
Trump menawarkan duungan kepada Arab Saudi untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya.
Pejabat AS juga meyakini bahwa serangan itu bukan berasal dari arah Yaman tapi dari Iran. Ini karena kelompok Houthi tidak pernah menyerang sejauh itu sebelumnya dengan akurasi yang tinggi.
Pada Sabtu siang hari pada akhir pekan lalu, CEO Saudi Aramco Nasser, dan sejumlah pejabat tinggi perusahaan berangkat menuju fasilitas kilang yang rusak yaitu ke Khurais dan Abqaiq.
Pada malam harinya, Nasser bertemu dengan Menteri Energi Pangeran Abdulaziz dan Komisaris Saudi Aramco, Yassir al Rumayyan, di Abqaiq, yang merupakan fasilitas pengolahan minyak terbesar dunia.
Untuk memulihkan kedua fasilitas pengolahan minyak ini, manajemen Aramco mengerahkan sekitar 5.000 kontraktor dari berbagai proyek untuk bekerja 24 jam.
“Bayangkan jika fasilitas produksi ini tidak beroperasi tepat waktu maka seluruh keamanan pasokan global suplai minyak akan terdampak,” kata Nasser kepada media pada awal pekan ini. “Kami banyak mengerjakan proyek di kerajaan. Jadi kami punya pasukan pekerja yang diperlukan untuk membangun kembali, merekonstruksi dan memulihkan fasilitas ini,” kata dia.
Awalnya, ada kekhawatiran pemulihan fasilitas kilang ini akan memakan waktu berminggu hingga berbulan ke depan. Namun, pemerintah Saudi mengatakan fasilitas ini bisa beroperasi penuh pada akhir bulan.
Harga minyak mentah dunia sempat merambat naik pasca serangan. Namun, perlahan harga mulai stabil setelah pelaku pasar mendengar penjelasan pemerintah Saudi.
“Saudi Aramco seperti kembali muncul seperti burung Phoenix dari abu,” kata Pangeran Abdulaziz dalam jumpa pers dengan media di Laut Merah di Jeddah.