TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (UE) tanpa kesepakatan atau no-deal Brexit bisa memancing sejumlah gangguan di berbagai bidang di Inggris. No-deal Brexit bisa berdampak pada suplai obat-obatan dan sejumlah makanan segar, unjuk rasa pun bakal terjadi di sejumlah titik di Inggris yang diikuti potensi naiknya gangguan publik.
Proyeki itu disampaikan dalam 'Operation Yellowhammer' yang dipublikasi pada Rabu, 11 September 2019 dalam kontek asumsi terburuk. Terhitung Boris Johnson sudah sembilan hari menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris dan rancangan terhadap kemungkinan no-deal Brexit sudah disusun.
Dokumen Operation Yellowhammer pertama kali dipublikasi oleh surat kabar Sunday Times pada 18 Agustus 2019. Michael Gove, Menteri Koordinasi bagi persiapan no-deal Brexit, mengatakan dokumen tersebut sudah lawas dan tidak merefleksikan tingkat persiapan saat ini.
Ian Wright, kepala eksekutif Federasi Makanan dan Minuman, memperingatkan perusahaan menghadapi 'kepunahan' jika Brexit gagal.[Mirror/Manchester Evening News WS]
Dikutip dari reuters.com, Kamis, 12 September 2019, Inggris dijadwalkan angkat kaki dari Uni Eropa pada 31 Oktober 2019 dan jika no-deal Brexit terjadi maka para pelaku bisnis harus bersiap atas kemungkinan menurunnya pemasukan sebagai dampak kebingungan politik yang terus berlanjut.
Dokumen itu menulis, pengiriman barang ke penjuru Inggris kemungkinan bisa menunggu hingga dua hari dan warga negara Inggris akan memenuhi gerai - gerai imigrasi yang ada di perbatasan Uni Eropa.
"Hal seperti suplai makanan segar akan menurun. Membeli karena panik akan muncul atau memburuknya suplai makanan," tulis dokumen itu.
Dikatakan pula dalam dokumen itu, arus lalu lintas di jalur Inggris bakal dikurangi hingga 60 persen pada hari pertama no-deal Brexit. Gangguan terburuk bisa berlangsung sampai tiga bulan. Antrian lalu lintas dapat berdampak pada pengiriman bahan bakar dan masyarakat yang berbelanja karena panik bisa menyebabkan kekurangan pasokan di Inggris.