TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump boleh jadi menyesal telah salah menilai John Bolton dengan memberinya posisi sebagai Kepala Dewan Penasehat Nasional.
Bolton disebut seorang ahli strategi dalam menyelesaikan konflik, keras dalam prinsip, dan memiliki analisa yang tajam. CNN menyebut Bolton dikenal sebagai master permainan di Washington. Sebaliknya terjadi pada diri Trump
CNN pada 11 September 2019 melaporkan, upaya Trump menyelesaikan berbagai konflik di luar negeri seperti di Iran, Afganistan, dan Venezuela sebagai kosmetik untuk memenangkan hati para pendukungnya agar kembali memenangkan dia dalam pemilihan presiden AS tahun 2020 terganjal oleh Bolton.
Pengunduran diri Bolton diduga membuat presiden Trump bahagia, karena tidak ada lagi penasehat yang memblokir gerak langkahnya menyelesaikan masalah luar negeri.
Berikut 3 fakta ini menjelaskan presiden Trump dan Bolton berseberangan dalam menyelesaikan masalah luar negeri.
1. Taliban - Afganistan
Bolton keberatan ide Trump membawa teroris Taliban ke Camp David menjelang peringatan serangan teroris ke gedung kembar WTC pada 11 September 2001 untuk membicarakan penyelesaian damai dan penarikan pasukan AS dari Afganistan.
2. Denuklirisasi Korea Utara.
Bolton skeptis terhadap kegilaan Trump menghadapi Kim Jong Un, pemimpin Korea Utara. Ketika Trump membatalkan rencananya untuk bertemu Kim di DMZ pada Juni lalu, Bolton pergi ke Mongolia.
Bolton mengatakan bahwa uji coba rudal jarak pendek Korea Utara melanggar resolusi OBB. Pyongyang menanggapi dengan menyebut Bolton sebagai manusia cacat.
3. Permusuhan Panjang dengan Rusia.
John Bolton tidak pernah menghapus rasa curiganya terhadap Perang Dingin. Bolton tidak sependapat dengan Trump untuk berdamai dengan Rusia. Di KTT G7 Agustus 2019, Presiden Trump mengajak Vladimir Putin untuk rujuk. Putin menyambut ajakan itu dengan menyatakan siap untuk berbicara lagi dengan AS.