TEMPO.CO, Jakarta - Konsulat Jenderal Republik Indonesia atau KJRI di Jeddah, Arab Saudi, memaksa seorang majikan membayar uang kompensasi senilai 50 ribu riyal atau Rp185 juta kepada seorang TKI yang bekerja sebagai asisten rumah tangga berinisial SW, 25 tahun.
Jumlah uang kompensasi tersebut merupakan hasil kesepakatan setelah SW menyatakan bersedia memberikan pemaafan (tanazul) kepada keluarga majikan yang telah melakukan penganiayaan terhadapnya. Selain itu, KJRI Jeddah juga memaksa majikan melunasi sisa gaji 12 bulan senilai 12 ribu riyal atau setara Rp 44,4 juta.
TKI SW ditemukan KJRI berdasarkan informasi dari pihak kepolisian Jeddah yang menyebutkan adanya seorang perempuan asal Indonesia dengan beberapa bekas luka pada sejumlah bagian tubuhnya. Kepada polisi, dia mengaku melarikan diri dari majikannya.
“Kami segera menjemput SW di kantor polisi. Ini tindakan tidak berperikemanusiaan yang harus diproses secara hukum. Kami perintahkan agar kasus ini dikawal dan pelaku (penyiksaan) dibawa ke jalur hukum,” ujar Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin, dalam keterangan.
Berbekal surat keterangan dari pihak kepolisian, Tim Pelayanan dan Pelindungan Warga (Yanlin) KJRI Jeddah membawa SW ke rumah sakit untuk melakukan visum. KJRI Jedah saat ini sedang berkoordinasi dengan instansi berwenang di tanah air untuk melakukan upaya hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam peristiwa yang menyebabkan terjadinya penganiayaan terhadap SW.
SW adalah tenaga kerja perempuan asal Lombok Barat, yang berstatus ibu tunggal dengan dua anak. Dia menceritakan dibawa oleh majikannya dari kota Abha ke Jeddah, arab Saudi.
Ketika melihat ada kesempatan, dia segera kabur dari rumah majikannya yang di Jeddah itu karena tidak tahan terhadap penyiksaan oleh majikan laki-laki dan perempuan. SW juga mengaku diberikan beban kerja yang berlebihan.
“Waktu saya kabur, saya ditolong oleh seseorang dan dibawa ke Kantor Polisi, lalu dijemput oleh pihak KJRI,” kata SW.
Menurut SW, tindakan kasar yang dialaminya berawal dari majikan perempuan yang memergoki suaminya tengah mencoba melakukan pelecehan seksual terhadap SW. Semenjak itu, setiap melakukan kesalahan kecil, SW mengalami kekerasan fisik, mulai dari tamparan, cambukan dengan kabel hingga disiram air mendidih. SW bahkan pernah diberi makan sisa makanan dari tong sampah.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP), SW nekat berangkat ke Arab Saudi untuk mencari nafkah meski sudah ada larangan pengiriman TKI ke Kawasan Timur Tengah, termasuk Arab Saudi. SW mengaku tidak mengetahui adanya larangan tersebut dan berkeras keberangkatannya ke luar negeri semata untuk bekerja demi kebutuhan ekonomi.
SW dipertemukan oleh temannya kepada seorang tekong berinisial LR yang berjanji akan membantunya mencarikan pekerjaan di Arab Saudi dan memberinya uang sebesar 3 juta rupiah. Namun, LR memperingatkan SW agar ketika ditanya petugas imigrasi saat membuat paspor, dia harus mengatakan akan berangkat kerja ke Malaysia.
Setelah satu bulan menunggu di rumah, akhirnya SW diantar oleh sopir LR pada 19 Desember 2017 untuk terbang ke Jakarta. Setibanya di Bandara Soekarno Hatta, dia dijemput oleh LR dan pada hari yang sama dia diterbangkan ke ibu kota Riyadh, Arab Saudi.
Setiba di Riyadh, SW langsung diberangkatkan menuju Abha, Ibu Kota Provinsi Asir yang berjarak sekitar 700 km dari KJRI Jeddah.
Mochamad Yusuf, Konsul Tenaga Kerja KJRI Jeddah, mengatakan SW merupakan korban perdagangan manusia bermodus pekerjaan. Selama di Arab Saudi, SW berstatus ilegal karena tidak memiliki izin tinggal (iqamah). Dia diberangkatkan LR dengan visa ziarah (kunjungan) yang menurut aturan yang berlaku di Arab Saudi tidak bisa digunakan untuk bermukim.
Setelah menerima hak-haknya, SW dipulangkan ke Indonesia pada 7 September 2019.
KJRI Jeddah terhitung telah menangani berbagai kasus yang menimpa WNI/TKI, termasuk penganiayaan dan gaji yang dikemplang para majikan. Selama Agustus 2019, KJRI Jeddah telah memperjuangkan gaji TKI sebesar 500.838 SR (Saudi Riyal) atau lebih dari Rp 1,8 miliar.