TEMPO.CO, Hong Kong – Polisi mencegah demonstran di Hong Kong untuk memasuki gedung Bandar Udara Internasional Hong Kong dan menghambat operasional pada Sabtu, 7 September 2019 seperti terjadi sebelumnya.
Demonstrasi ini berlanjut hingga malam dan polisi menembakkan gas air mata di kawasan padat penduduk Mong Kok.
“Polisi mengecek tiket dan paspor dari calon penumpang yang akan masuk ke kawasan bandara untuk menghindari kekacauan seperti terjadi pada akhir pekan lalu,” begitu dilansir Channel News Asia pada Sabtu, 7 September 2019.
Pada akhir pekan lalu terjadi kekacauan di stasiun kereta api bawah tanah di kawasan Tung Chung. Pada Agustus 2019, demonstran sempat menduduki sebagian gedung keberangkatan di bandara sehingga menghambat penerbangan.
Pada Sabtu malam, petugas dan demonstran masih berkeliaran di jalan dan terjadi ketegangan kecil di kawasan Tung Chung.
Unjuk rasa pada akhir pekan ini masih terjadi meskipun Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, telah mencabut legislasi ekstradisi, yang ditolak publik, dari parlemen setempat.
Warga menolak RUU Ekstradisi ini karena merasa khawatir akan diekstradisi ke Cina jika dianggap melakukan pelanggaran Hukum. Selama ini, Hong Kong dan Cina menganut sistem satu negara dan dua sistem yaitu Hong Kong berbasis demokrasi dan Cina berbasis komunisme.
Unjuk rasa di Cina, seperti dilansir Aljazeera, kerap berujung bentrokan. Demonstran di Hong Kong melemparkan batu, membawa tongkat besi dan melempar bom molotov kepada polisi.
Sedangkan polisi menggunakan semprotan lada, gas air mata, dan semprotan water cannon untuk membubarkan massa. Polisi juga kerap menembakkan peluru karet dan memukuli demonstran, yang dikecam warga Hong Kong sebagai bentuk tindak kekerasan aparat.