TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet menyatakan tindakan kekerasan dalam dua minggu terakhir di Papua dan Papua Barat hingga menimbulkan korban jiwa seharusnya tidak terjadi di Indonesia yang demokratis dan beragam.
"Saya mendorong pihak berwenang untuk terlibat dalam dialog dengan warga Papua dan Papua Barat mengenai aspirasi dan keprihatinan mereka," kata Bachelet dalam pernyataan resmi yang diposting di situs kantor Komisioner Tinggi HAM PBB, OHCHR, 4 Desember 2019.
Bachelet mengatakan dirinya telah terganggu dengan eskalasi kekerasan di provinsi Papua dan Papua Barat dalam dua pekan terakhir, khususnya kematian beberapa pengunjuk rasa dan personil aparat keamanan.
Menurutnya, hal ini bagian dari kecenderungan yang telah diamati sejak Desember 2018.
"Kami telah membahas keprihatinan kami dengan pihak berwenang Indonesia," ujar Bachelet.
Bachelet juga meminta pihak berwenang untuk memulihkan kembali layanan internet dan menahan diri dari penggunaan kekuatan yang berlebihan.
Penutupan internet kemungkinan akan bertentangan dengan kebebasan berekspresi dan membatasi komunikasi sehingga dapat memperburuk ketegangan.
Selain itu, Bachelet mengatakan dirinya mencatat beberapa penangkapan telah dilakukan dan beberapa anggota pasukan keamanan telah dipecat sehubungan dengan serangan kekerasan awal terhadap mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. Namun, dia menyatakan kekhawatirannya tentang laporan bahwa milisi dan kelompok nasionalis juga aktif terlibat dalam kekerasan.
"Para pembela HAM setempat, pelajar dan jurnalis telah menghadapi intimidasi dan ancaman, harus dilindungi," ujarnya.
Komisioner tinggi HAM PBB ini juga menyambut seruan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan pejabat tinggi lainnya melawan rasisme dan diskriminasi yang sudah berlangsung lama dan serius di provinsi Papua dan Papua Barat, dan seruan mereka untuk berdialog dan tenang.