TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat intelijen Amerika melihat Kim Jong Un semakin meningkatkan persenjataan Korea Utara, ketika negosiasi denuklirasi dengan Trump berjalan buntu.
Sejak Mei, Korea Selatan telah menembakan 18 rudal, yang dianggap Trump sebagai rudal jarak pendek dan hanya uji coba standar.
Menteri pertahanan Jepang, Takeshi Iwaya, mengatakan pada pekan lalu bahwa lintasan yang tidak teratur dari tes terbaru menunjukkan lebih banyak bukti dari program Korea Utara, yang dirancang untuk mengalahkan pertahanan Jepang dengan teknologi Amerika, di laut dan di pantai.
Menurut para pakar, Kim Jong Un sengaja mengirim Trump dengan surat penuh pujian kepada Trump, sebagai bagian dari apa yang mereka sebut strategi mengulur waktu guna meningkatkan persenjataan Korea Utara.
Menurut laporan New York Times, 3 September 2019, peningkatan cepat dalam rudal jarak dekat tidak hanya menempatkan Jepang dan Korea Selatan dalam bahaya, tetapi juga mengancam setidaknya delapan pangkalan Amerika di negara-negara tersebut yang menampung lebih dari 30.000 tentara. Rudal seperti itu, kata para ahli, dapat dirancang untuk membawa hulu ledak konvensional atau nuklir.
"Kim memanfaatkan celah dalam perjanjiannya dengan Presiden Trump dengan cukup cemerlang," kata Vipin Narang, seorang profesor ilmu politik di MIT yang mempelajari kemajuan senjata Korea Utara. "(Rudal) ini diluncurkan mobile, mereka bergerak cepat, mereka terbang sangat rendah dan dapat bermanuver. Itu adalah mimpi buruk bagi pertahanan rudal. Dan itu hanya masalah waktu sebelum teknologi tersebut dikembangkan ke rudal jarak jauh."
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menghadiri tes peluncur roket ganda dalam foto tak bertanggal ini yang dirilis pada 25 Agustus 2019 oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) Korea Utara. KCNA via REUTERS
Media pemerintah Korea Utara pekan lalu menegaskan bahwa negara itu tidak melanggar batasan untuk meningkatkan teknologi rudal lainnya, mengatakan bahwa Korea Utara tidak akan pernah menyetujui permintaan Barat untuk perlucutan senjata di bawah tekanan masyarakat internasional.
Namun dengan terus melakukan uji coba rudal jarak pendek, Kim Jong Un telah berhasil menimbulkan perpecahan antara Amerika Serikat dan sekutu utamanya di Asia.
Defense Intelligence Agency memperkirakan bahwa Korea Utara juga telah memproduksi bahan bakar yang cukup untuk sekitar selusin senjata nuklir baru sejak pertemuan Kim Jong Un dan Trump di Singapura. Badan intelijen lain memiliki angka yang lebih konservatif, kata seorang mantan pejabat senior, tetapi semua menunjuk pada peningkatan bom.
Menteri Pertahanan Mark Esper mengatakan dirinya prihatin tentang uji coba rudal Korea Utara, tetapi tidak akan bereaksi berlebihan untuk kepentingan untuk mencapai solusi diplomatik.
Meski begitu, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, yang telah memimpin AS menyingkirkan Korea Utara dari senjata dan rudal nuklirnya, telah mengisyaratkan kepada sekutunya dalam pertemuan-pertemuan pribadi dalam beberapa pekan terakhir bahwa ia takut pemerintah diperdaya, menurut pejabat Jepang dan Korea Selatan.