TEMPO.CO, Jakarta - Ahmed Rilwan Abdulla, wartawan asal Maldives, yang hilang lima tahun silam diduga sudah tewas dibunuh oleh kelompok garis keras lokal, Front al-Nusra, yang berafiliasi dengan kelompok Al-Qaeda. Dugaan ini mengejutkan masyarakat Maldives karena untuk pertama kali mereka menyadari adanya kelompok garis keras dan upaya membungkam suara kebebasan di negara itu.
Abdulla sebelum hilang diculik menulis pemberitaan soal perekrutan kelompok Front al-Nusra.
Dikutip dari aljazeera.com, Senin, 2 September 2019, Abdulla dilaporkan hilang pada 2014. Kepala Komisi Kepresidenan Maldives yang diutus mengusut kasus ini, Husnu Suood, pada Minggu 1 September 2019 mengatakan Abdulla telah dipaksa masuk ke dalam sebuah mobil sambil ditodong dengan sebilah pisau di pekarangan rumahnya di Hulhumale, Maldives. Dia lalu dibawa ke sebuah perahu menuju lautan dan diduga dibunuh di sana.
Menurut Suood, dia dan tim membutuhkan waktu sembilan bulan untuk mengusut kasus ini dan menemukan Presiden Maldives yang berkuasa ketika itu, Abdulla Yameen dan wakilnya, diduga telah menghalang-halangi investigasi polisi atas hilangnya Abdulla.
Hasil penyelidikan ini setidaknya bisa menjawab rasa penasaran atas nasib Abdulla dan duka atas kepergiannya. Dalam sebuah pernyataan, keluarga Abdulla mengatakan telah mendengar kesimpulan yang dibuat oleh komisi investigasi ini dengan kesedihan mendalam dan menyerukan adanya perlindungan bagi para saksi mata dalam kasus ini.
Sejumlah pejabat tinggi di Maldives sebelumnya telah menyangkal adanya kelompok garis keras di negara itu, meskipun ada serangkaian serangan terhadap orang-orang yang melakukan praktik Islam modern dan kebebasan beragama. Maldives terkenal dengan keindahan dunia pariwisatanya.
Salah satu serangan yang terjadi pada 2017, menewaskan blogger paling berpengaruh di Maldives, Yameen Rasheed. Dia memimpin pula kampanye untuk menemukan Abdulla.
“Mereka yang mengorganisir dan mendanai penculikan terhadap wartawan Ahmed Rilwan Abdulla dan Yameen Rasheed adalah kelompok yang sama. Kita harus mengeluarkan kelompok garis keras ini. Mereka berbahaya,” kata Suood, yang juga seorang mantan hakim.
Komisi Kepresidenan Maldives yang diutus mengusut kasus pembunuhan wartawan ini dibentuk oleh Presiden Ibrahim Mohamed Solih, yang dilantik sumpah jabatan sebagai orang nomor satu Maldives pada tahun lalu. Presiden Solih berjanji memerangi korupsi serta membebaskan tahan politik yang dijebloskan ke penjara pada era pemerintahan Presiden Yameen, yang diduga melakukan sejumlah operasi untuk membungkam mereka yang berbeda pendapat dengannya.