TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Korea Utara mengubah konstitusi negara untuk menguatkan peran Kim Jong Un sebagai kepala negara.
Langkah itu diambil setelah Kim Jong Un secara resmi ditunjuk sebagai kepala negara dan panglima militer dalam konstitusi baru pada Juli. yang menurut para analis mungkin bertujuan untuk mempersiapkan perjanjian damai dengan Amerika Serikat.
Korea Utara telah lama menyerukan perjanjian perdamaian dengan Amerika Serikat untuk normalisasi hubungan dan mengakhiri Perang Korea 1950-1953, yang secara teknis berhenti dengan gencatan senjata bukan perjanjian damai.
"Status hukum Kim sebagai yang mewakili negara kita telah dikonsolidasikan lebih lanjut untuk memastikan dengan tegas pedoman monolitik dari Pemimpin Tertinggi atas semua urusan negara," kata kantor berita KCNA mengutip Choe Ryong Hae, ketua presidium majelis rakyat tertinggi.
Ketua presidium majelis tertinggi Korea Utara secara historis menjadi kepala negara nominal.
Tetapi konstitusi baru mengatakan Kim, sebagai ketua Komisi Urusan Negara (SAC), badan pemerintahan tertinggi yang dibentuk pada tahun 2016, adalah perwakilan tertinggi dari semua orang Korea, serta panglima tertinggi, menurut laporan Reuters, 30 Agustus 2019.
Sebuah konstitusi sebelumnya hanya menyebut Kim Jong Un sebagai pemimpin tertinggi yang memerintah kekuatan militer keseluruhan Korea Utara.
Amandemen konstitusi hari Kamis tampaknya mengkonfirmasi bahwa sistem hukum Korea Utara sekarang akan mengakui Kim Jong Un sebagai kepala negara.
Konstitusi baru memberi wewenang kepada Kim untuk mengumumkan peraturan perundang-undangan dan keputusan utama serta menunjuk atau memanggil utusan diplomatik ke negara-negara asing, lapor KCNA.
"Dengan amandemen itu, Kim Jong Un menghidupkan kembali sistem kepala pemerintahan kakeknya," kata Cheong Seong-chang, seorang peneliti senior di Sejong Institute. "Dia telah menjadi kepala negara de facto."
Kenyataannya, Kim Jong Un, pemimpin turun-temurun generasi ketiga, memerintah Korea Utara dengan tangan besi dan pergantian gelar tidak akan mengubah banyak.
Ekspresi datar Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un saat menyaksikan uji coba dua rudal balistik jarak pendek pada Kamis, 25 Juli 2019. Korea Utara (Korut) menegaskan peluncuran rudal model baru itu merupakan peringatan serius untuk Korea Selatan (Korsel). KCNA/via REUTERS
Amandemen konstitusi Korea Utara belum pernah terjadi sebelumnya dan Kim muncul sebagai pemimpin yang paling kuat sejak kakeknya Kim Il Sung, yang mendirikan Korea Utara, kata Rachel Minyoung Lee, seorang analis di NK News.
"Dengan semakin memperkuat otoritas ketua SAC, Kim Jong Un sekarang setara dengan Kim Il Sung," katanya.
Analis lain mencatat bahwa langkah itu hanya mengkodifikasikan kekuatan yang telah dimiliki Kim Jong Un sebagai pemimpin tertinggi.
"Ini lebih merupakan masalah pengocokan kartu dan mengklarifikasi beberapa garis otoritas," kata Michael Madden, seorang ahli kepemimpinan Korea Utara dan seorang peneliti di Stimson Center yang berbasis di AS.
"Tidak ada pertanyaan bahwa Kim Jong Un adalah kunci rezim dan pada kebijakan strategis penentu tunggal," katanya.
Ada sedikit kemajuan dalam upaya AS untuk membuat Korea Utara menghentikan program senjata nuklirnya, kendati tiga pertemuan antara Presiden Donald Trump dan Kim Jong Un berakhir buntu.
Trump mengatakan dia dan Kim sepakat pada pertemuan terakhir mereka untuk melanjutkan pembicaraan tingkat kerja, meskipun ini belum terjadi.
Setelah pertemuan Kim Jong Un dan Donald Trump, Korea Utara sejak itu telah melakukan beberapa uji coba rudal, sementara menuduh Washington melanggar janji untuk menghentikan latihan militer bersama dengan Korea Selatan.