TEMPO.CO, Jakarta - Forum Kepulauan Pasifik sepakat untuk mendorong kunjungan Dewan HAM PBB ke Papua menyusul situasi di Papua yang semakin memanas.
Menteri Luar Negeri Vanuatu menyoroti isu HAM di Papua yang dianggapnya semakin memburuk setelah demonstrasi pecah.
Gelombang protes dan kekerasan baru-baru ini telah mendorong perdebatan di antara para pemimpin Pasifik, yang selama bertahun-tahun telah mempertimbangkan sikap atas Papua Barat, tetapi tidak banyak berbuat karena sikap mereka terbelah.
"Sesuatu yang lebih harus dilakukan karena situasi HAM semakin memburuk," kata Ralph Regenvanu, menteri luar negeri Vanuatu, dikutip dari Radio New Zealand, 29 Agustus 2019.
Vanuatu adalah negara Pasifik yang telah menjadi pendukung paling kuat dari gerakan kemerdekaan Papua Barat.
Setengah bagian barat Pulau Papua telah menjadi tempat konflik selama beberapa puluh tahun, tetapi dalam satu tahun terakhir, situasi hak asasi manusia telah memburuk secara signifikan.
Papua Barat juga telah lama menjadi perdebatan antara para pemimpin Pasifik, di mana negara-negara yang mendukung kemerdekaan Papua, seperti Vanuatu menentang sekutu Indonesia seperti Fiji, Papua Nugini, Australia dan Selandia Baru.
Di Tuvalu bulan ini, para pemimpin Pasifik, termasuk perdana menteri yang enggan mengadu ke dalam perdebatan, tampaknya setuju dengan Regenvanu, frustrasi mereka akhirnya tampak mendidih.
"Kasus ini telah berulang kali diangkat dan dibahas, namun tidak ada yang terjadi," kata Perdana Menteri Tonga 'Akilisi Pohiva. "Kami menjadi sangat tergantung pada orang lain untuk mengendalikan wilayah kami sehingga kami kehilangan rasa diri dan kemandirian. Kekerasan akan terus berlanjut dan kami tidak melakukan apa-apa."
Perdana Menteri Samoa Tuilaepa Sailele Malielegaoi menambahkan, "Tantangan yang dihadapi orang Papua Barat tidak berkurang, dan kami tidak dapat terus mengabaikan masalah ini...kami perlu meninjau kembali posisi yang telah kami ambil sampai sekarang."
Para pemimpin Pasifik sepakat menyerukan Komisaris HAM PBB untuk mengunjungi Papua Barat pada tahun berikutnya untuk menyelidiki.
Mereka sangat mendorong Jakarta untuk mengizinkan kunjungan kantor komisaris Dewan HAM PBB Michelle Bachelet untuk menyelidiki pelanggaran termasuk penyiksaan, pembunuhan di luar proses hukum, dan kekerasan sistemik oleh polisi dan militer.
Rencana kunjungan oleh Dewan HAM PBB telah diselesaikan lebih dari setahun yang lalu, tetapi kunjungan belum terjadi, yang telah memicu serangkaian pengaduan dari PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia. Pemerintah Indonesia mengatakan kunjungan masih di atas meja dan diskusi sedang berlangsung.
Komunike yang ditandatangani di Tuvalu juga mengatakan Forum Kepulauan Pasifik itu sendiri harus mendorong agar kunjungan tersebut diselesaikan, dan bahwa laporan tentang situasi di Papua Barat harus diajukan untuk dipertimbangkan pada forum tahun depan, yang akan diadakan di Vanuatu.
Regenvanu mengklaim sikap regional tentang Papua Barat ini mendapat dukungan dari semua negara terbesar di kawasan ini termasuk Australia, Selandia Baru, Fiji, dan Papua Nugini.
"Tanggung jawab ada di sekretariat dan negara-negara anggota PIF (Pacific Islands Forum), termasuk anggota yang...berada di dewan hak asasi manusia, bahwa mereka perlu memastikan komisioner dapat pergi," kata Regenvanu. Australia dan Fiji adalah satu-satunya negara Pasifik di Dewan HAM PBB.
Aktivis kemerdekaan Papua Barat Benny Wenda menyambut sikap Forum Kepulauan Pasifik.
"Kami merasa ini adalah titik awal," kata Wenda. "Kami berjuang untuk waktu yang sangat lama untuk mengakui pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat. Ini adalah pertama kalinya para pemimpin telah setuju dan mendukung proposal Vanuatu."
Benny Wenda masih dengan tujuan awalnya, yakni menginginkan referendum kemerdekaan Papua, hal yang ditolak para pemimpin Pasifik. Komunike Forum Kepulauan Pasifik masih menegaskan kedaulatan Indonesia atas Papua.