TEMPO.CO, Shanghai – Mata uang yuan Cina mengalami depresiasi atau penuruan nilai sebanyak empat persen pada Agustus 2019. Penurunan pada Senin, 26 Agustus 2019 ini merupakan penurunan terendah dalam sebelas tahun lalu.
Berikut ini tiga hal terkait depresiasi yuan:
Kenapa
Depresiasi ini terjadi karena pemerintah Cina mengizinkan terjadinya penurunan nilai tukar yuan.
Otoritas keuangan Cina hanya mengizinkan fluktuasi yuan sebanyak 2 persen per hari. Ini bertujuan untuk menyeimbangkan tren pasar valuta asing pada saat pasar modal Cina belum matang.
Beberapa pekan terakhir, otoritas Cina melemahkan nilai tukar yuan. Tampaknya, ini dilakukan dengan mengurangi penggunaan cadangan devisa dolar untuk menaikkan nilai tukar yuan. Ini terkait situasi perang tarif antara Cina dan Amerika yang semakin mengeras.
Cina dapat apa?
Pelemahan nilai tukar yuan membantu Cina meredam kenaikan harga jual barang ekspornya di Amerika Serikat menyusul kenaikan tarif impor barang asal Cina yang diputuskan Presiden AS, Donald Trump sejak tahun lalu.
Trump menaikkan tarif impor ini untuk menekan Cina agar mengubah praktek dagang yang menurut Washington tidak adil yaitu pencurian hak paten.
AS menaikkan tarif impor terhadap sekitar US$550 miliar atau sekitar Rp7.800 triliun dengan kisaran 10 – 25 persen.
Risiko bagi Cina dan dunia
Pengritik Cina di AS telah lama menuduh Beijing melemahkan nilai tukar yuan di bawah nilai sebenarnya untuk mendapatkan keunggulan ekspor. Sehingga depresiasi yuan bakal semakin memperkuat tuduhan itu.
Trump menuding Cina sebagai manipulator mata uang saat yuan melemah melewati angka tujuh yuan per dola para awal Agustus 2019.
Jika tidak dikelola dengan baik, pelemahan nilai tukar yuan akan menurunkan kepercayaan investor akan perekonomian negeri komunis itu.