TEMPO.CO, Hong Kong – Polisi Hong Kong mengatakan telah menangkap 36 orang demonstran dengan usia termuda 12 tahun.
Unjuk rasa pada Ahad, 25 Agustus 2019, berlangsung rusuh dengan demonstran anti-pemerintah menyerang polisi menggunakan bom molotov, yang membalas dengan water cannon dan gas air mata.
“Eskalasi ilegal dan tindakan kekerasan dari demonstran radikal tidak hanya keterlaluan, mereka juga mendorong Hong Kong ke tepi situasi sangat berbahaya,” kata pemerintah Hong Kong dalam rilis pernyataan seperti dilansir Reuters pada Senin, 26 Agustus 2019.
Bentrokan antara polisi dan demonstran pada Ahad kemarin merupakan salah satu bentrokan paling keras sejak merebaknya unjuk rasa pada pertengahan Juni 2019.
Warga memprotes amandemen legislasi ekstradisi, yang sekarang telah dihentikan prosesnya. Legislasi itu memungkinkan tersangka kriminal di Hong Kong akan dikirim ke Cina untuk diadili jika melakukan tindak kejahatan di sana.
Polisi dan demonstran pro-Demokrasi berkejaran di jalanan Hong Kong. Demonstran melempari polisi dengan batu sedangkan polisi membalas dengan water cannon dan tembakan gas air mata.
Enam polisi sempat mencabut pistol dan salah satunya menembakkan tembakan peringatan ke udara.
Demonstran, yang menuntut Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam untuk mundur karena tindak kekerasan oleh polisi, berencana menggelar unjuk rasa kantor pusat maskapai Cathay Pacific Airways pada Rabu besok. Mereka memprotes suasana ‘teror putih’, yaitu ekspresi umum untuk menggambarkan situasi yang menciptakan teror di perusahaan asal Hong Kong Itu.
Sekitar dua pekan lalu, CEO Cathay Pacific mengundurkan diri karena dituding pemerintah Cina sengaja membiarkan karyawannya ikut unjuk rasa di Bandara Internasional Hong Kong. Karyawan terlihat mendukung gerakan pro-Demokrasi anti-pemerintah Hong Kong, yang mendapat dukungan dari Cina.