TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump menegaskan, dirinya bisa saja menyatakan keadaan darurat nasional dipicu perang dagang dengan Cina.
"Saya dapat mengumumkan darurat nasional, saya pikir saat mereka mencuri dan membawa pergi dan mencuri kekayaan intelektual di mana saja dari US$ 300 miliar hingga US$ 500 miliar setahun dan ketika itu kami telah total kehilangan hampir satu triliun dollar setahun dalam beberapa tahun ini," kata Trump dalam pertemuan pemimpin G7 di Biarritz, Prancis, seperti dikutip dari CNBC, 25 Agustus 2019.
Meski mengeluarkan pernyataan bernada ancaman, namun menurut Trump hubungan AS dengan Cina saat ini baik.
"Kami berbicara. Saya pikir mereka ingin membuat kesepakatan lebih dari yang saya lakukan. Saya mendapatkan banyak uang dari tarif yang datang miliaran. Kami tidak pernah mendapat 10 sen dari Cina, jadi kami akan melihat apa yang terjadi," ujar Trump.
Trump pada Jumat lalu mengatakan ia akan menaikkan bea impor 30 persen terhadap produk Cina senilai US$ 250 miliar yang berlaku mulai 1 Oktober 2019. Tarif bea impor sebelumnya sebesar 25 persen.
Lebih dari itu, diberlakukan tarif atas produk Cina senilai US$ 300 miliar yang selama ini 10 persen akan menjadi 15 persen mulai 1 September ini.
Trump menepis kekhawatiran para pemimpin G7 dan sekutu AS lainnya akan menekannya untuk mengakhiri perang dagang dengan Cina.
Sebelum terbang ke Prancis untuk menghadiri pertemuan G7, Trump mengatakan kepada wartawan bahwa dia memiliki hak absolut sesuai International Emergency Economic Powers Act tahun 1977 atau IEEPA untuk memerintahkan semua perusahaan AS berhenti berbisnis dengan Cina.
IEEPA disetujui di tengah gelombang skandal Watergate dan Perang Vietnam. Menurut pengamat, IEEPA memberikan kewenangan kepada presiden untuk melakukan tindakan menghadapi ancaman yang di luar kebiasaan dan luar biasa terhadap keamanan nasional, kebijakan luar negeri, atau ekonomi AS.
Cina pada hari Jumat lalu, 23 Agustus 2019, memberlakukan tarif impor baru terhadap produk AS senilai US$ 75 miliar. Ini disebut sebagai balasan terhadap perang dagang dengan AS yang menaikkan bea impor terhadap produk Cina.