TEMPO.CO, Seoul – Top diplomat Korea Utara mengritik Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sebagai masalah besar atau diehard toxin, yang membuat pembicaraan denuklirisasi menjadi rumit.
Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Yong Ho, mengatakan Pompeo menggunakan retorika sanksi keras dalam diplomasi dengan negaranya.
Ri mengatakan ini mengacu pada wawancara baru-baru ini saat Pompeo mengatakan sanksi akan terus diberlakukan kepada Korea Utara hingga negara itu mengambil tindakan untuk denuklirisasi.
“Dia tidak menghargai kami dengan mengungkapkan kata-kata seperti itu, yang hanya membuat kamit merasa kecewa dan skeptis mengenai apakah kami bisa menyelesaikan masalah apapun dengan orang ini,” kata Ri dalam pernyataan yang dilansir kantor berita KCNA seperti dikutip Reuters pada Jumat, 23 Agustus 2019.
Ri juga menyebut Pompeo sebagai bayangan hitam dalam pembicaraan kedua negara. Dia menyebut top diplomat AS ini sebagai orang yang lebih tertarik dengan ambisi politik dibandingkan kebijakan luar negeri AS.
“Jika AS masih mengkhayalkan bisa memperoleh apapun lewat sanksi, kami jadi punya dua opsi, membiarkannya agar bisa menikmati khayalannya itu atau bangun dari mimpi,” kata Ri sambil mengatakan kami siap untuk berdialog atau buntu.
Pemerintah Korea Utara telah menuntut agar Pompeo digantikan oleh pejabat yang lebih dewasa sambil memuji hubungan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un dan Presiden AS, Donald Trump.
Trump dan Kim, seperti dilansir Aljazeera, telah bertemu kembali di perbatasan Korea Utara dan Selatan pada akhir Juni 2019. Ini merupakan kunjungan dadakan Trump, yang saat itu baru saja mengunjungi Jepang. Keduanya bersepakat melanjutkan pembicaraan damai.