TEMPO.CO, Hong Kong – Demonstran di Hong Kong berencana melakukan uji tekanan atas layanan operasional Bandara Internasional Hong Kong pada Sabtu, 24 Agustus 2019.
Ini merupakan bagian dari lanjutan unjuk rasa yang telah memasuki pekan ke 11 sejak bergulir pada Juni 2019. Unjuk rasa sebelumnya terjadi pada dua pekan lalu dan berakhir dengan bentrok fisik antara demonstran dan polisi.
“Pergi ke bandara dengan menggunakan transportasi berbeda, termasuk kereta api, bus airport, taksi, sepeda dan mobil pribadi untuk meningkatkan transportasi bandara,” begitu kata panitia demonstrasi lewat tulisan online seperti dilansir Channel News Asia pada Jumat, 23 Agustus 2019.
Menurut poster yang disebarkan di sosial media seperti Twitter, tujuan demonstrasi kali ini memang untuk meningkatkan kepadatan lalu lintas, mencegah pengunjung bandara untuk menaiki penerbangannya pada tepat waktu, menimbulkan keterlambatan dan pembatalan penerbangan.
Poster itu juga menyarankan warga untuk bertindak selambat mungkin saat menaiki transportasi publik agar tujuan gangguan ini tercapai.
Otoritas bandara mengaku merasa khawatir dengan rencana unjuk rasa besar-besaran ini karena ada yang berencana memblokir jalan raya menuju bandara.
24 August, 7am - 11am, loading test on the transportation systems towards Hong Kong International Airport
IklanScroll Untuk MelanjutkanPassengers are encouraged to take any one of the transport system available to go to the airport during the period. pic.twitter.com/B4nzbHi71g
— Jb (@Jb24237980) August 22, 2019
“Otoritas Bandara Hong Kong menyarankan dengan tegas setiap orang agar tidak mengganggu operasi normal bandara dan calon penumpang,” begitu kata juru bicara bandara seperti dilansir CAN. “Rencana darurat akan dilakukan jika diperlukan.”
Seperti dilansir Reuters, unjuk rasa di Hong Kong terus berlangsung dengan mengangkat tema pro-Demokrasi. Mereka mendesak Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, mengundurkan diri karena dinilai pro-Beijing.
Warga juga meminta agar Hong Kong, yang menganut sistem demokrasi bisa mengimplementasikan ini secara penuh. Ini karena posisi kepala eksekutif masih diisi pejabat yang ditunjuk oleh Beijing.