TEMPO.CO, Beijing – Pemerintah Cina berharap pemerintah Amerika Serikat bakal menghentikan perang tarif, yang dianggap keliru ini. Kenaikan tarif atas barang impor ini hanya akan memicu eskalasi.
Ini menanggapi rencana pemerintahan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk mengenakan kenaikan tarif sekitar sepuluh persen untuk impor dari Cina sekitar US$300 miliar atau sekitar Rp4.300 triliun.
Kenaikan tarif ini awalnya akan dilakukan pada 1 September namun ditunda hingga Desember 2019 agar tidak mengganggu musim belanja akhir tahun.
Produk ini berupa barang ritel konsumer seperti ponsel, dan laptop.
“Meskipun AS memutuskan untuk menunda kenaikan tarif untuk produk dari Cina, jika AS menyikapi dengan kasar penolakan Cina ini, dan mengenakan tarif baru, Cin akan terpaksa melakukan retaliasi,” kata Gao Feng, juru bicara kementerian Perdagangan, seperti dilansir Reuters pada Kamis, 22 Agustus 2019.
Gao mengatakan tim perdagangan dari kedua pihak terus berhubungan saat ditanya apakah Wakil PM Cina, Liu He, akan berangkat ke Washington untuk putaran negosiasi perdagangan berikutnya dengan AS.
Saat ditanya apakah Washington telah mengangkat isu Hong Kong dengan Cina saat negosiasi perdagangan, Gao merujuk pernyataan Presiden AS, Donald Trump, yang menyatakan Hong Kong adalah bagian dari Cina dan AS tidak perlu intervensi.
“Saya harap sisi AS tetap sesuai dengan kata-katanya,” kata Gao.
Presiden AS, Donald Trump, mengatakan pada akhir pekan lalu bahwa setiap tindakan keras di Hong Kong untuk meredam aksi unjuk rasa seperti yang dilakukan Beijing terhadap gerakan pro-Demokrasi di Lapangan Tiananmen 1989, bakal membuat kesepakatan dagang kedua negara sulit tercapai untuk mengakhiri perang dagang, yang telah berlangsung sejak Juli 2018.
Aksi unjuk rasa di Hong Kong, seperti dilansir Channel News Asia, masih terus berlangsung hingga Rabu kemarin. Warga berunjuk rasa di statiun Yuen Long, yang menjadi lokasi penyerangan sekelompok orang yang diduga preman asal Cina pada Juli. Serangan itu melukai 45 orang, yang kebanyakan adalah warga pengguna kereta api dan sebagian pengunjuk rasa.