TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan e-commerce terbesar di Cina, Alibaba Group, telah menunda kesepakatan bisnis hingga US$ 15 miliar atau Rp 213 triliun di Hong Kong karena meningkatnya keresahan politik.
Rencana investasi Alibaba di Hong Kong diawasi dengan ketat oleh komunitas keuangan untuk indikasi tentang lingkungan bisnis di wilayah yang dikuasai Cina.
Alibaba berpotensi dapat meluncurkan kesepakatan pada awal Oktober, meski tidak ada jadwal resmi, namun dikabarkan masih berupaya untuk meningkatkan US$ 10 miliar sampai US$ 15 miliar (Rp 142-213,5 triliun), tergantung pada apakah ketegangan politik telah mereda dan kondisi pasar menjadi lebih baik, menurut sumber kepada Reuters, 22 Agustus 2019.
Keputusan untuk menunda kesepakatan, yang awalnya akan diluncurkan pada akhir Agustus, diambil pada rapat dewan sebelum rilis pendapatan Alibaba pekan lalu, kata sumber kedua.
Penundaan itu disebabkan oleh kurangnya stabilitas keuangan dan politik di Hong Kong, tambah orang-orang itu, menyusul lebih dari 11 minggu demonstrasi.
Sejumlah pengunjuk rasa menyempotkan Apar di stasiun MTR Yuen Long saat melakukan aksinya di New Territories, Hong Kong, 21 Agustus 2019. REUTERS/Tyrone Siu
Polisi telah menembakkan lebih dari 1.000 peluru gas air mata, sementara lebih dari 700 orang telah ditangkap, disusul dengan penutupan bandara yang belum pernah terjadi sebelumnya pada pekan lalu.
Indeks acuan Hang Seng Hong Kong turun ke posisi terendah tujuh bulan minggu lalu.
Persiapan untuk listing Alibaba, berpotensi kesepakatan ekuitas terbesar dunia tahun ini dan penjualan saham tindak lanjut terbesar dalam tujuh tahun, telah berlangsung selama beberapa waktu.
Awal tahun ini, Altaba, cabang Yahoo yang memegang saham perusahaan di Alibaba, mengumumkan rencana untuk menjual seluruh 11 persen sahamnya. Penjualan Altaba telah selesai, kata orang kedua.
Kedua orang tersebut menolak untuk mengungkap identitas lengkap karena mereka tidak berwenang untuk berbicara kepada media. Altaba tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Sementara Alibaba menolak mengomentari rencana kesepakatan di Hong Kong.