TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh eksil Kamboja, Mu Sochua mengatakan, seluruh eksil yang tinggal di sejumlah negara telah sepakat untuk pulang ke tanah air pada tanggal 9 November 2019.
Keputusan eksil pulang pada tanggal itu dihasilkan pada dua hari lalu.
"Tanggal itu merupakan hari kemerdekaan Kamboja dari Prancis 66 tahun lalu," kata Sochua, sebagai ketua komisi kepulangan eksil partai oposisi Kamboja, Cambodia National Rescue Party atau CNRP dalam wawancara dengan Tempo di Jakarta, 19 Agustus 2019.
Menurut politisi perempuan oposisi terkemuka di Kamboja ini, para eksil Kamboja tengah berada di sejumlah negara penandatangan Paris Peace Accrod 1991 untuk berdialog dan meminta dukungan agar tidak terjadi pertumpahan darah saat mereka kembali ke tanah air.
Mereka sudah mendapatkan lampu hijau dari Amerika Serikat yang mengecam Hun Sen dalam memberlakukan oposisi. Saat ini, Sam Rainsy, pendiri CNRP, berada di Australia untuk menjelaskan rencana pemulangan seluruh eksil ke Kamboja.
Sochua melanjutkan, para oposisi eksil Kamboja menggugah tanggung jawab moral negara-negara penandatangan Paris Peace Accord agar bersedia berbicara kepada Perdana Menteri Hun Sen tentang keputusan para eksil kembali ke tanah air. Alasannya, kesepakatan yang ada di perjanjian itu belum membuahkan hasil.
Tokoh eksil yang saat ini tinggal di Maroko bersama anak perempuannya menegaskan, upaya mereka berdialog dengan 18 negara penandatangan Paris Peace Accord adalah supaya tidak terjadi pertumpahan darah atau penangkapan dan tindak kekerasan lainnya saat mereka pulang.
Menurut Sochua, para eksil menuntut Hun Sen membebaskan seluruh tahanan politik termasuk Kem Sokha, Ketua CNRP.
Opisisi, ujarnya, siap berdialog dan melakukan rekonsiliasi nasional dengan Hun Sen untuk mengakhiri konflik panjang di Kamboja.
Menurutnya, mayoritas warga Kamboja sudah lelah dengan konflik dan ingin hidup lebih baik dari segi keadilan sosial.
"Kami akan pulang ke tanah air dan berkata kepada Hun Sen: tidak ada lagi pertumpahan darah."
Para eksil juga sudah menerima resiko terburuk yang akan mereka alami jika pulang ke tanah air yang sudah puluhan tahun mereka tinggalkan secara terpaksa.
Hun Sen, salah satu pemimpin negara terlama di dunia, selama ini bersikap keras kepada oposisi dan eksil Kamboja dengan menjuluki mereka sebagai pengkhianat negara.