TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump dilaporkan beberapa kali tertarik untuk membeli Greenland dari Denmark.
Dua sumber pejabat mengatakan ke CNN pada Kamis kemarin, bahwa Gedung Putih sedang membuka kemungkinan untuk pembelian Greenland.
Minat Donald Trump pertama kali dilaporkan oleh Wall Street Journal pada Kamis kemarin. Dilaporkan Trump membuka percakapan tentang Greenland saat pertemuan dan makan malam. Trump bertanya pada ajudan dan mendengarkan keuntungan Amerika jika memiliki Greenland.
"Donald Trump juga meminta penasihat Gedung Putih untuk meriset masalah ini," kata dua sumber yang mengetahui isu ini.
Dua sumber juga mengatakan ajudan Trump terbagi soal masalah ini, beberapa, dengan beberapa memujinya sebagai strategi ekonomi yang solid dan yang lain menolaknya sebagai fantasi belaka.
Greenland, wilayah Denmark yang otonom, adalah rumah bagi Pangkalan Udara Thule, pangkalan paling utara militer AS, yang terletak sekitar 1.207 km di atas Lingkaran Arktik dan dibangun pada tahun 1951. Radar dan pos pendengaran menampilkan Sistem Peringatan Dini Balistik Rudal yang dapat memperingatkan akan kedatangan rudal balistik antarbenua dan mencapai ribuan mil ke wilayah Rusia.
Warga melihat bongkahan es raksasa yang bergerak melewati perairan Ferryland Newfoundland, Kanada, 16 April 2017. Perairan yang disebut Iceberg Alley ini menjadi tempat perlintasan pecahan gletser di Greenland pada setiap awal musim panas. REUTERS/Jody Martin
Ini bukan pertama kali Trump tertarik dengan Greenland. Tahun lalu Donald Trump juga melontarkan lelucon di Oval Office untuk membeli Greenland karena kekayaan sumber daya alamnya, menurut New York Times.
Dia dikatakan telah berulang kali kembali ke kemungkinan itu, karena negara itu, yang merupakan bagian dari kerajaan Denmark, menarik baginya karena lokasinya di Atlantik Utara memiliki nilai keamanan, menurut orang yang akrab dengan masalah ini.
Bagaimanapun Denmark menolak. "Saya harap ini hanya lelucon, karena ini pemikiran yang mengerikan dan aneh," kata Martin Lidegaard, ketua Komite Kebijakan Luar Negeri Denmark.
"Ini pasti lelucon April Mop ... tapi benar-benar di luar musim," lanjut Lars Lokke Rasmussen, mantan perdana menteri Denmark dan pemimpin oposisi, menulis di Twitter.
"Greenland tidak untuk dijual dan tidak dapat dijual, tetapi Greenland terbuka untuk perdagangan dan kerja sama dengan negara lain, termasuk Amerika Serikat," Kim Kielsen, perdana menteri Greenland, mengatakan dalam sebuah pernyataan, menurut kantor berita Ritzau.
Menteri Luar Negeri Denmark Ane Lone Bagger, dan akun Twitter dari Kementerian Luar Negeri menggemakan pernyataan serupa.
Laporan ini menjadi kejutran sebelum kunjungan Trump dalam waktu kurang dari tiga minggu ke Denmark untuk bertemu dengan Perdana Menteri Mette Frederiksen, Ratu Margrethe II dan para pemimpin Greenland dan Kepulauan Faroe. Greenland dan Arktik menjadi prioritas utama dalam pembahasan lawatan.
Kantor perdana menteri Denmark tidak segera membalas telepon pada hari Jumat untuk meminta komentar.
"Tidak pernah menyenangkan diperlakukan sebagai komoditas," kata Aaja Chemnitz Larsen, anggota Greenland dari Parlemen Denmark.
Greenland, sebuah negara berpenduduk 56.000, memiliki sejarah bersama dengan Denmark sejak orang Viking pertama kali menetap di sana satu milenium lalu.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Denmark telah menegaskan pengaruhnya terhadap Greenland untuk memblokir investasi Cina karena khawatir akan potensi ketergantungan Greenland pada Cina. Keterlibatan Denmark telah menyebabkan gesekan dengan para pemimpin Greenland, yang telah mengkritiknya sebagai neokolonialisme.
Meskipun Greenland sekarang memiliki pemerintahan sendiri dengan otonomi luas, kebijakan luar negeri dan pertahanannya berasal dari Copenhagen, ibu kota Denmark, seperti halnya bagian dari anggaran nasionalnya di mana Greenland menerima US$ 740 juta atau Rp 10,5 triliun per tahun dari Denmark.
Greenland juga memiliki kepentingan strategis yang vital bagi Denmark, tetapi juga merupakan bagian integral dari sejarah Denmark dan citra dirinya sebagai negara penjelajah dan pelaut.