TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Rusia pada Selasa, 13 Agustus 2019, sesumbar telah memenangkan perlombaan mengembangkan senjata nuklir menyusul kecelakaan roket misterius pada akhir pekan lalu di utara Rusia hingga menyebabkan naiknya tingkat radiasi sementara waktu.
Badan Nuklir Rusia atau Rosatom, mengkonfirmasi pada 8 Agustus 2019, terjadi sebuah insiden ledakan dahsyat saat uji coba roket di sebuah landasan di Laut Putih. Kecelakaan ini menewaskan setidaknya lima orang dan tiga orang luka-luka.
Dikutip dari reuters.com, Rabu, 14 Agustus 2019, Rosatom berjanji akan terus mengembangkan senjata-senjata terbaru terlepas dari jatuhnya korban jiwa dalam kecelakaan akhir pekan lalu. Mereka yang tewas disebut pahlawan yang gugur dalam tugas.
Sebelumnya pada Senin, 12 Agustus 2019, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan pihaknya telah banyak mempelajari dari ledakan tersebut. Amerika Serikat memiliki senjata serupa, tetapi lebih canggih dan berteknologi.
"Rusia dikhawatirkan soal kualitas udara di sekitar fasilitas dan sekitarnya. Sebuah situasi yang tidak bagus," kata Trump.
Menanggapi komentar Trump ini, Kremlin (pemerintah Rusia) mengatakan Amerika Serikat bukan menjadi alasan Rusia dalam mengembangkan senjata nuklir baru. Rusia memiliki rudal 9M730 Burevestnik dengan jarak tempuh tak terhingga dan mampu mengatasi segala jenis pertahanan.
Sumber di pemerintah Amerika Serikat mengatakan Washington pada saat ini belum siap mengatakan apakah ledakan pada akhir pekan lalu adalah sebuah ledakan nuklir. Namun Amerika Serikat sangat yakin hal itu melibatkan sejumlah elemen radioaktif.
Sumber tersebut mengatakan pula ledakan bisa menjadi sinyalemen kemunduran signifikan bagi program Rusia meskipun masih belum jelas apakah itu disebabkan oleh kegagalan peluncuran.