TEMPO.CO, Jakarta - Bandara internasional Hong Kong pada Jumat 9 Agustus 2019 menjadi lautan manusia saat demonstran anti-pemerintah memenuhi area kedatangan di bandara itu. Mereka membagikan selebaran anti-pemerintah dan mengibar-ibarkan papan demonstrasi yang ditulis dalam berbagai bahasa.
Unjuk rasa di bandara itu ditujukan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran diantara para pengunjung menyusul aksi unjuk rasa di penjuru Hong Kong.
Dikutip dari asiaone.com, Sabtu, 10 Agustus 2019, ratusan demonstran yang sebagian besar anak muda kompak menggunakan kaos oblong hitam. mereka membagikan brosur dengan judul berita utama 'Yang Terhormat Para Pengunjung'. Unjuk rasa berbulan-bulan di Hong Kong telah membuat wilayah itu terperosok dalam krisis terbesar sejak Hong Kong dikembalikan Inggris ke Cina pada 1997.
"Tolong maafkan kami untuk hal yang tidak diharapkan Hong Kong," demikian tulisan salah satu selebaran.
Ada pula tulisan yang berbunyi 'Anda telah tiba di kota yang terkoyak, bukan kota yang Anda bayangkan. Namun demi Hong Kong, kami melawan'.
Otoritas bandara di Hong Kong pada Jumat, 9 Agustus 2019 mengatakan hanya penumpang dengan dokumen perjalanan yang diperbolehkan masuk ke area terminal. Langkah itu diambil setelah mantan Wakil Kepala Kepolisian Hong Kong, Alan Lau Yip, dikerahkan untuk menghadapi para demonstran dalam skala besar.
"Untuk menjaga prosedur pemberangkatan penumpang tetap lancar dan operasional terminal tetap jalan, maka hanya para calon penumpang dengan tiket pesawat atau boarding pass dan dokumen perjalanan sah lainnya atau identitas staf bandara yang boleh masuk ke area check-in di terminal 1," tulis pernyataan otoritas bandara Hong Kong.
Unjuk rasa di Hong Kong adalah bentuk kemarahan masyarakat Hong Kong atas RUU ekstradisi, yang sekarang sudah ditangguhkan pemberlakuannya. Jika RUU ekstradisi itu jadi diberlakukan, maka para pelaku kriminal di Hong Kong akan diadili di Cina. Sistem hukum Cina diduga dikendalikan oleh Partai Komunis Cina.