TEMPO.CO, Hong Kong – Pemerintah Amerika Serikat telah mengeluarkan peringatan perjalanan atau travel advisory agar warga meningkatkan kehati-hatian saat datang ke Hong Kong.
Peringatan ini disampaikan setelah munculnya ajakan unjuk rasa besar-besaran selama tiga hari di Bandara Internasional Hong Kong.
Kementerian Luar Negeri AS meningkatkan level travel warning ini menyusul adanya indikasi kerusuhan atau civil unrest di Hong Kong.
Wilayah semi-otonomi itu mengalami aksi protes besar-besaran oleh warga pro-Demokrasi untuk menolak legislasi ekstradisi dan intervensi Cina.
“Aksi protes dan konfrontasi telah melebar ke berbagai lingkungan tempat tinggal dari lokasi yang diizinkan polisi sebagai tempat unjuk rasa,” begitu bunyi travel advisory ini seperti diunggah di situs Konsulat Jenderal Hong Kong dan Makau AS pada Rabu, 7 Agustus 2019 dan dilansir Channel News Asia pada Kamis, 8 Agustus 2019.
Peringatan perjalanan ini dinaikkan ke level dua dari total empat level . Ini berarti warga AS diminta untuk meningkatkan kehati-hatian saat melakukan perjalanan di Hong Kong.
Unjuk rasa di salah satu pusat keuangan di Asia ini berkembang dari menolak legislasi ekstradisi kepada tuntutan penerapan sistem demokrasi secara penuh.
Sejak diserahkan Inggris ke Cina pada 1997, Hong Kong menganut konsep satu negara dengan dua sistem. Ini artinya Hong Kong menganut sistem demokrasi dan Cina bersistem komunis.
“Sejak Juni 2019, sejumlah unjuk rasa besar-besaran telah digelar di berbagai area di Hong Kong,” begitu dilansir situs Konjen AS tadi. “Mayoritas unjuk rasa berlangsung damai tapi beberapa unjuk rasa berakhir dengan konfrontasi atau bentrok fisik antara pengunjuk rasa dan petugas.”
Kantor Konjen AS juga memperkirakan aksi unjuk rasa ini akan terus berlangsung. Peringatan dari AS ini muncul setelah sejumlah negara seperti Australia, Inggris, Irlandia, Singapura dan Jepang juga mengeluarkan peringatan perjalanan untuk warga mereka ke Hong Kong.
Seorang pejabat senior Cina di Hong Kong mengakui bahwa kondisi keamanan dan stabilitas politik di sana semakin memburuk. Kondisi ini merupakan kondisi terburuk sejak Hong Kong diserahkan kepada Cina pada 1997.
Pengunjuk rasa juga berencana menggelar aksi besar-besaran selama tiga hari di Bandara Internasional Hong Kong agar pesan mereka semakin terdengar ke dunia internasional.