TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha mengatakan akan bertanggungjawab setelah gagal melafalkan sumpah kesetiaan penuh ketika ia dan kabinetnya dilantik bulan lalu.
Prayuth dan 35 menteri kabinet menyampaikan sumpah kesetiaan mereka kepada Raja Maha Vajiralongkorn dalam upacara resmi di Istana Dusit di Bangkok pada 16 Juli, tetapi gagal menyelesaikan sumpah kesetiaan penuh sebagaimana disyaratkan oleh konstitusi Thailand, seperti dilaporkan South China Morning Post, 8 Agustus 2019.
Menurut ayat 161 dari konstitusi, perdana menteri dan menteri kabinet diminta untuk bersumpah setia kepada raja dan untuk melakukan tugas-tugas untuk kepentingan negara dan rakyat.
Rekaman publik dari upacara tersebut menunjukkan Prayuth, yang sedang membaca selembar kertas, dan kabinetnya menghilangkan kalimat terakhir sumpah tentang menegakkan dan mematuhi konstitusi.
"Saya ingin mengambil tanggung jawab penuh," kata Prayuth pada Kamis.
"Saya khawatir tentang apa yang harus dilakukan untuk bekerja, untuk membuat semua orang terus bekerja. Kita harus melihat apa yang dikatakan konstitusi tetapi pemerintah ini akan terus berlanjut," kata Prayuth.
"Saya ingin meminta maaf kepada menteri saya untuk ini," katanya.
Tidak segera jelas apa yang akan dilakukan Prayuth untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Prayuth mengubah konstitusi Thailand sebelumnya ketika ia merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih dalam kudeta 2014. Konstitusi saat ini disusun atas perintahnya.
Para pengkritik meminta dia untuk bertanggungjawab atas kesalahan tersebut dan mengatakan bahwa kegagalan untuk mengucapkan sumpah kesetiaan penuh dapat membuat kabinetnya tidak sah dan tidak dapat melakukan tugasnya.
Kantor Ombudsman Thailand menerima petisi yang diajukan oleh seorang aktivis awal pekan ini dan mengatakan kasus itu akan diteruskan ke Mahkamah Konstitusi jika ditemukan pelanggaran.
Partai oposisi Thailand juga berjanji untuk mengangkat masalah ini di Dewan Perwakilan Rakyat dan meminta klarifikasi dari Prayuth Chan-ocha.