TEMPO.CO, Jakarta - Mantan mata-mata Australia mengaku bersalah pada Selasa kemarin, atas tuduhan menyadap pemerintah Timor Leste.
Menurut laporan South China Morning Post, 6 Agustus 2019, pengacara untuk mantan agen yang hanya dikenal sebagai "Saksi K", mengatakan kepada Pengadilan Canberra bahwa dia akan mengaku bersalah melakukan operasi mata-mata terhadap pemerintah Timor Leste.
Mantan pengacara Saksi K, Bernard Collaery, yang didakwa berkonspirasi karena melanggar kerahasiaan dengan kliennya, mengatakan ia akan terus melawan dakwaan itu.
Saksi K harus berjuang melawan kasus hukumnya, sebab Australia tidak memiliki undang-undang perlindungan whistle blower atau pelapor yang mengungkap dugaan kesalahan pemerintah.
Kasus terhadap Saksi K dan Collaery terkuak setahun yang lalu, ketika mereka dituduh melanggar Undang-Undang Layanan Intelijen karena mengungkapkan rincian operasi untuk mengganggu ruang kabinet Timor Leste pada tahun 2004 selama negosiasi atas perjanjian minyak, gas, dan batas laut.
Perselisihan yang berlarut-larut atas perbatasan laut, dengan miliaran dolar AS dalam pendapatan gas lepas pantai dipertaruhkan, akhirnya diselesaikan pada Maret 2018 dan parlemen Australia meratifikasi kesepakatan baru minggu lalu.
Timor Leste, yang berpisah dari Indonesia pada tahun 2002, menjadi miskin dan sangat tergantung pada ekspor minyak dan gas.
Pada 2006, ia menandatangani perjanjian maritim dengan Australia yang mencakup ladang gas Greater Sunrise yang luas antara kedua negara, yang diperkirakan bernilai antara US$ 40-50 miliar (Rp 570-700 triliun)
www.tcetoday.com
Namun pemerintah Timor Leste di Dili kemudian menuduh Australia memata-matai untuk keuntungan komersial dan menuntut perjanjian itu dibatalkan.
Saksi K adalah kunci untuk Timor Lorosae dalam kasus ini, yang akhirnya dijatuhkan Dili pada Juni 2015 setelah Australia mengembalikan dokumen-dokumen sensitif, yang mengarah ke penyelesaian sengketa yang akhirnya terjadi.
Sikap keras Australia dalam perselisihan dengan tetangganya yang miskin merusak reputasi Australia, dan Collaery menyarankan tuduhan terhadapnya dan kliennya bermotivasi politik.
"Ini adalah dorongan yang sangat bertekad untuk menyembunyikan politik kotor...dengan kedok sekarang sebagai keharusan keamanan nasional," kata Collaery, mantan jaksa agung untuk Wilayah Ibu Kota Australia yang termasuk Canberra.
Dia menyatakan simpati atas keputusan mantan agen mata-mata Australia untuk mengaku bersalah, daripada melanjutkan perjuangan enam tahun melawan tuduhan memata-matai pemerintah Timor Leste.