TEMPO.CO, Phnom Penh – Pemerintah Kamboja mengatakan pejabat kedutaan besar Amerika Serikat di sana bisa meninggalkan negara itu jika merasa tidak senang dengan kondisi politik yang ada.
Juru bicara pemerintah Kamboja, Phay Siphan, mengatakan pejabat AS seharusnya tidak mengeluarkan pernyataan barbar tentang kondisi demokrasi di negaranya.
Ini menanggapi unggahan di laman Facebook pada Selasa pekan ini oleh pejabat kedubes AS di ibu kota Phnom Penh, bahwa pemilu 2018 yang barus saja berlangsung gagal mewakili kehendak rakyat Kamboja.
“Meskipun kita berteman, jika pejabat-pejabat ini tidak suka Kamboja, mereka seharusnya mengepak barangnya dan pergi. Biar saya jelaskan: kami tidak menyambut Anda,” kata Siphan dalam jumpa pers reguler pada Kamis, 1 Agustus 2019.
Siphan mengatakan dia juga menanggapi pernyataan Presiden AS, Donald Trump, di Twitter pada Juli 2019. Saat itu, Trump mengatakan kepada empat anggota Kongres perempuan dari etnis minoritas agar kembali ke negaranya masing-masing, yang sangat rusak dan penuh kejahatan yang merupakan asal mereka.
“Kami punya hak yang sama untuk bicara seperti Presiden Amerika Donald Trump. Sederhana saja. Jika Anda tidak suka di sini, pergi,” kata Siphan.
Juru bicara kedubes AS di Phnom Penh enggan menanggapi pernyataan ini.
Unggahan di laman Facebook milik kedubes AS mengatakan pemilu 2018 tidak melibatkan partai oposisi utama yaitu Partai Penyelamat Nasional Kamboja atau CNRP. Ini karena partai itu dibubarkan oleh Mahkamah Agung pada 2017.
MA juga melarang 118 anggota parlemen dari CNRP dari beraktivitas politik selama lima tahun. Ketua Umum CNRP, Kem Sokha, dibebaskan dari penjara pada 2018 setelah ditahan selama sekitar setahun dengan tuduhan pengkhianatan.
Sokha juga menjalani status tahanan rumah sejak September 2018 setelah pemerintah mulai melakukan tekanan terhadap para pengritik.
Saat ini, Kamboja menghadapi banyak kritik pelanggaran HAM dari berbagai pihak. Arah politik luar negeri Kamboja juga cenderung mendekat ke Cina untuk mendapatkan dukungan diplomatik dan keuangan.
Seperti dilansir Channel News Asia pada pekan lalu, hubungan militer Kamboja dan Cina dikritik terkait kabar penggunaan Pangkalan Angkatan Laut Ream untuk kapal perang dari Beijing.
PM Kamboja Hun Sen membantah berita ini dengan mengatakan konsitusi negaranya melarang keberadaan pasukan asing di wilayah teritorial.