TEMPO.CO, Jakarta - Inggris bersiap menghadapi kemungkinan no-deal Brexit dengan menganggarkan dana pengeluaran ekstra sebesar 2,1 miliar pounds atau sekitar Rp 35,9 miliar. Uang itu rencananya akan dialokasikan untuk menambah stok obat-obatan, merekrut petugas keamanan perbatasan dan mendanai salah satu kampanye iklan damai terbesar.
Menurut Menteri Keuangan Inggris, Sajid Javid, rencana ini juga akan memungkinkan pemerintah Inggris meningkatkan pelatihan petugas bea cukai, merekrut lebih banyak pegawai untuk menghadapi kemungkinan naiknya permohonan pengajuan paspor serta meningkatkan infrastruktur di sekitar pelabuhan.
"Dalam tempo 92 hari hingga Inggris angkat kaki dari Uni Eropa, penting bagi kami mematangkan rencana guna memastikan kami benar-benar siap. Kami ingin mendapatkan kesepakatan yang bagus. Namun jika kami gagal mendapatkan kesepakatannya, maka kami akan pergi dengan tangan kosong," kata Javid, seperti dikutip dari reuters.com, Kamis, 1 Agustus 2019.
Bus "Vote Leave" yang digunakan kampanye Brexit diparkir di luar Gedung Parlemen pada tahun 2016.[CNN]
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan berarti tidak akan ada kesepakatan transisi formal paska-Brexit, mulai dari paspor hingga pengaturan bea cukai di perbatasan Irlandia Utara. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa telah mengharuskan negara itu membayar uang cerai atau denda 39 miliar pound atau Rp 704 triliun saat Inggris resmi meninggalkan Uni Eropa 31 Oktober mendatang.
Banyak investor berpandangan, no-deal Brexit akan membawa gelombang kejut pada perekonomian seluruh dunia, mengancam Inggris terperosok dalam sebuah resesi ekonomi, mengacaukan pasar keuangan dan melemahkan posisi London sebagai pusat keuangan internasional paling berpengaruh.