TEMPO.CO, Jakarta - Filipina pada Rabu, 31 Juli 2019 melayangkan protes diplomatik kepada Cina menyusul laporan yang menyebut lebih dari 100 kapal nelayan penangkap ikan asal Cina terlihat berlayar di kawasan Laut Cina Selatan. Wilayah perairan Laut Cina Selatan masih dipersengketakan oleh Beijing dan empat negara anggota ASEAN.
Protes itu dilayangkan Menteri Luar Negeri Filipina, Teodoro Locsin, setelah Penasehat Keamanan Nasional Filipina Hermogenes Esperon Jr mengungkap ada 113 kapal nelayan Cina terlihat berkerumun di pulau Pag-asa pada 24 Juli dan 25 Juli 2019. Berdasarkan temuan itu, Esperon merekomendasikan agar diterbitkan protes pada Cina. Saat ini, belum diketahui pasti motif keberadaan kapal-kapal tersebut.
Foto 29 Agustus 2018 yang dirilis Angkatan Bersenjata Filipina, memperlihatkan kapal Angkatan Laut Filipina BRP Gregorio del Pilar terlihat setelah lepas sauh selama patroli rutin di sekitar Half Moon Shoal, yang disebut Hasa Hasa di Filipina, dari gugus kepulauan Spratly yang disengketakan di Laut Cina Selatan. (Angkatan Bersenjata Filipina melalui AP, File)
Menurut Locsin pengajuan protes ke Cina berdasarkan keputusan intelijen militer Filipina. Pag-asa atau yang dikenal pula dengan Thitu adalah pulau terbesar kedua di Kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan.
Sebelumnya muncul pula laporan sejumlah kapal perang Cina sejak Februari 2019 telah melintasi wilayah selatan kepulauan Tawi-Tawi, Filipina. Kapal - kapal itu lewat tanpa notifikasi kepada otoritas Filipina.
Terakhir pada Juni 2019, nelayan asal Filipina menuding sebuah kapal asal Cina telah menabrak dan menenggelamkan kapal mereka di zona ekonomi eksklusif Filipina atau persisnya area yang disebut Manila Laut Barat Filipina.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menuding Cina telah melakukan perundungan pada negaranya dengan mengatakan perdamaian yang diusung Beijing kepada Manila dalam sengketa Laut Cina Selatan bertolak belakang dengan perilakunya di wilayah perairan. Lorenzana mengatakan Beijing pernah menyebut akan mengikuti hukum internasional, namun nyatanya tidak sehingga apa yang diucapkan dengan yang dilakukan di lapangan berbeda.