TEMPO.CO, Hong Kong – Belasan pengunjuk rasa pro demokrasi di Hong Kong berkumpul di depan gedung pengadilan untuk mendukung 44 orang pengunjuk rasa yang ditahan dengan ancaman hukuman penjara maksimal sepuluh tahun.
Para pengunjuk rasa meneriakkan kemarahan dan kekecewaan terhadap penahanan para pengunjuk rasa di tengah hujan dan hembusan angin kencang sebelum proses persidangan dimulai.
“Bebaskan mereka. Tidak ada perusuh hanya tirani, kembalikan Hong Kong, revolusi masa kita,” kata mereka meneriakkan yel-yel seperti dilansir Channel News Asia pada Rabu, 31 Juli 2019.
Para pengunjuk rasa, seperti dilansir Straits Times, berkumpul di luar gedung Easter Magistrates Court, yang terletak di Hong Kong bagian timur, untuk mendukung para tahanan.
28 orang tahanan adalah lelaki dan 16 orang adalah perempuan. Salah satu perempuan adalah remaja berusia 16 tahun. Lainnya adalah pilot, guru, perawat, juru masak dan pegawai.
Sembilan pengunjuk rasa dibebaskan dengan jaminan 1000 dolar Hong Kong atau sekitar Rp1.8 juta. Mereka dilarang berpergian ke luar Hong Kong dengan jam malam ditetapkan untuk mereka dari tengah malam hingga pukul enam pagi. Sisanya masih ditahan. Pengunjuk rasa ini merupakan pemrotes yang terlibat kerusuhan dengan polisi pada Ahad pekan lalu.
Hong Kong, seperti dilansir Reuters, mengalami goncangan politik sejak Juni 2019. Ini karena ratusan ribu hingga sekitar satu juta warga sempat turun ke jalan memprotes amandemen legislasi ekstradisi. Warga merasa khawatir mereka bisa diekstradisi ke Cina jika dianggap melanggar hukum.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung nyaris setiap akhir pekan ini berubah menjadi gerakan reformasi demokrasi dan protes untuk kebebasan yang lebih luas. Pengunjuk rasa merasa kebebasan di Hong Kong menurun sejak Hong Kong di serahkan Inggris kepada Cina pada 1997 setelah mengelolanya selama 99 tahun.
Bentrokan terakhir terjadi pada Selasa malam saat pengunjuk rasa bentrok dengan polisi karena menahan sebagian pengunjuk rasa dibarengi tuntutan hukum.
Salah satu rekaman di stasiun televisi menunjukkan seorang petugas mengarahkan senapannya kepada seorang pemrotes yang melemparnya.
Petugas kerap menembakkan gas air mata dan peluru karet ke arah kerumunan demonstran yang melempari petugas dengan benda keras.
Dua pekan lalu, sekumpulan preman triad diduga berada dibalik penyerangan pengguna stasiun kereta api dan pengunjuk rasa di distrik Yuen Long, yang mengakibatkan 45 orang terluka.
Unjuk rasa juga digelar di Bandara Internasional Hong Kong pada pekan lalu diikuti berbagai profesi termasuk pilot dan kru kabin. Mereka memilih bandara agar pesan mereka untuk memperjuangkan demokrasi bisa didengar seluruh dunia.
Pemerintah Cina mengecam aksi unjuk rasa ini dan mendukung upaya pemerintah Hong Kong melakukan penindakan.
“Tidak ada masyarakat yang beradab atau masyarakat yang taat hukum menolerir tindak kekerasan,” kata Yuan Guang, juru bicara pemerintah Cina untuk Hong Kong, dan Kantor Urusan Makau.