TEMPO.CO, Queensland - Sekitar 500 orang pengunjuk rasa bakal menggugat perjanjian antara universitas dan organisasi yang didanai pemerintah Cina di Queensland, Australia.
Aksi protes ini bakal digelar di Universitas Queensland setelah terjadi bentrok antara mahasiswa pro-Cina dan pro-Hong Kong di kampus universitas itu pada pekan lalu.
Sejumlah lelaki dari kedua kubu saling serang secara fisik sementara kerumunan massa berteriak “Bebaskan Hong Kong”.
Konsulat Jenderal Cina di Brisbane, Australia, mengeluarkan pernyataan memuji perilaku patriotik spontan yang ditunjukkan mahasiswa Cina pada kerusuhan itu.
“Panitia gerakan protes Rabu ‘Transparency 4 UQ’ mengatakan mereka bekerja sama dengan polisi dan berharap tidak ada tindak kekerasan selama unjuk rasa berlangsung,” begitu dilansir Brisbane Times pada Rabu, 31 Juli 2019.
Panitia aksi mengatakan gerakan ini terbentuk pasca bentrokan pekan lalu dengan mahasiswa pro Cina. Aksi ini untuk memprotes kesepakatan antara sejumlah universitas di Australia yang mendukung otoritas Beijing soal pengajaran di lembaga yang didanai pemerintah Cina.
Mahasiswa Hong Kong dan Cina daratan bentrok saat demonstrasi di University of Queensland pada hari Rabu.[South China Morning Post]
“Panitia mengatakan UQ tidak membuka ke publik kontrak rahasia terkait Confucius Institute,” begitu dilansir Brisbane Time.
Salah satu poin dalam kontrak yang diteken sejumlah universitas di Australia dan lembaga Hanban, yang mengelola Confucius Institute, menyatakan mereka harus menerima penilaia dari kantor pusat institute soal kualitas pengajaran di pusat-pusat pengajaran ini.
Kontrak ini melibatkan University of Queensland, Griffith University, La Trobe University, dan Charles Darwin University.
Manajemen Universitas Queensland mengatakan kontrak dengan Hanban telah berakhir pada April. Saat ini proses renegosiasi persayaratan sedang berlangsung. Ini mencakup otoritas universitas bisa memantau proyek dan mata kuliah yang diajarkan oleh Confucius Institute.
Manajemen Griffith University, La Trobe dan CDU mengatakan mereka mengaku manajemen Hanban tidak mengintervensi otonomi di kampus.
Isu Hong Kong ramai diberitakan berbagai media internasional terkait gerakan demokrasi di sana untuk menolak amandemen legislasi ekstradisi. Warga Hong Kong merasa khawatir legislasi ini akan membuat mereka rawan terkena ekstradisi ke Cina dan menjalani proses persidangan yang tidak transparan dan adil.
Seperti dilansir Reuters, aksi unjuk rasa ini berlangsung sejak Juni 2019 setiap pekan dan kerap berlangsung rusuh. Belakangan Cina mengatakan akan mengirim tentara ke Hong Kong setelah kantor perwakilan Beijing di daerah semiotonom itu dicoret-coret pengunjuk rasa dua pekan lalu.