TEMPO.CO, Jakarta - Boris Johnson secara resmi terpilih menjadi Perdana Menteri Inggris yang baru menggantikan Theresa May. Johnson pada Selasa, 23 Juli 2019, waktu setempat, memenangkan dukungan suara mayoritas dari Partai Konsevatif Inggris dan mengalahkan Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn dari kubu oposisi.
"Saya ingin katakan pada mereka yang ragu, 'Hei, kami akan memberikan energi pada negara ini'," kata Johnson, dikutip dari edition.cnn.com, Selasa, 23 Juli 2019.
Boris Johnson Ragu Pecat Sir Kim Darroch yang Kritik Donald Trump
Dengan kepercayaan ini, Johnson berjanji akan menerapkan semangat baru 'Inggris bisa melakukannya' dan menargetkan sejumlah pencapaian yang diharapkan bisa dicapainya. Namun kemenangan Johnson ini tampaknya dicibir oleh pesaingnya, Corbyn.
"Johnson mungkin memenangkan dukungan dari Partai Konservatif, tetapi dia tidak memenangkan dukungan dari negara kita," kata Corbyn, lewat Twitter.
Jadi Kandidat Kuat PM Inggris, Siapa Boris Johnson
Boris Johnson has won the support of fewer than 100,000 unrepresentative Conservative Party members by promising tax cuts for the richest, presenting himself as the bankers' friend, and pushing for a damaging No Deal Brexit.
But he hasn't won the support of our country.
— Jeremy Corbyn (@jeremycorbyn) July 23, 2019
Corbyn memperingatkan pihaknya sangat menentang no-deal Brexit, yang disebut Johnson sebuah jalan yang mungkin akan ditempuhnya. Corbyn pun menyerukan agar dilakukan pemilu Inggris.
Johnson adalah mantan menteri luar negeri Inggris. Dia terpilih oleh politikus Partai Konservatif menjadi Perdana Menteri tiga bulan sebelum jatuh tempo Inggris dijadwalkan angkat kaki dari Uni Eropa atau persisnya pada 31 Oktober 2019.
"Situasinya saat ini sangat cair, yang artinya apapun bisa terjadi," kata Nick Wright, ahli politik Uni Eropa dari University College London, dikutip dari apnews.com.
Dengan perdana menteri yang baru, koalisi parlemen Inggris dan Uni Eropa, hal ini bisa membuat Inggris terperosok dalam sebuah krisis politik, resesi, pemilu, referendum atau opsi lain pada saat bersamaan.
Johnson sebelum terpilih menjadi Perdana Menteri pernah berjanji akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa per 31 Oktober 2019 apapun yang terjadi. Janji Johnson ini meningkatkan dugaan kalau proses angkat kakinya Inggris dari Uni Eropa bakal tidak baik-baik atau yang disebut Brexit tanpa kesepakatan, dimana para pelaku bisnis mengatakan hal ini bisa menciderai perekonomian dan investasi Inggris.