TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rodrigo Duterte mengatakan kepada parlemen bahwa Filipina tidak bisa menandingi kekuatan militer Cina di Laut Cina Selatan.
Duterte telah mendapat kecaman khusus akhir-akhir ini atas pendekatannya ke Cina, memicu protes besar-besaran bulan lalu ketika dia tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi kekuatan militer Cina.
Pada Senin, saat pidato tahunan di Kongres, Duterte mengatakan kepada anggota parlemen bahwa berurusan dengan Cina memaksanya untuk melakukan tindakan penyeimbangan yang halus, seperti dilaporkan New York Times, 23 Juli 2019.
Dalam pidatonya, ia memuji berbagai pencapaian, termasuk upaya anti-korupsi dan langkah-langkah untuk memangkas birokrasi. Duterte juga mengesahkan undang-undang pelecehan seksual pekan lalu, dan satu menyelesaikan kesepakatan damai dengan para pemberontak dan mendirikan sebuah tanah air Muslim otonom di wilayah selatan Filipina.
Tetapi diskusi tentang hubungan negara yang tegang dengan Cina dan perang narkoba melampaui pencapaian lainnya.
"Kami sekarang memasuki masa konsekuensi," kata Duterte. "Konsekuensi dari apa yang kami lakukan dan tidak lakukan tetapi seharusnya dilakukan selama paruh pertama masa jabatan saya. Saya memikul tanggung jawab penuh untuk itu."
Nelayan Filipina tengah memancing ikan di dekat kapal besar Cina, Vessel di dekat Scarborough Shoal di laut Cina Selatan, 5 April 2017. Pemerintah Cina membiarkan nelayan Filipina untuk mengambil ikan di sekitar Laut Cina Selatan pulang karang yang berada di Filipina Utara. REUTERS
Masyarakat Filipina marah ketika kapal Cina menabrak kapal nelayan Filipina, meninggalkan 22 nelayan hanyut di laut sampai mereka diselamatkan oleh kapal dari Vietnam. Duterte tidak mengecilkan insiden tersebut.
"Perang membuat kesedihan dan kesengsaraan berlipatganda," katanya. "Perang meninggalkan para janda dan anak yatim di belakangnya. Saya tidak siap atau cenderung menerima terjadinya lebih banyak kehancuran, lebih banyak janda dan lebih banyak anak yatim harus berperang, bahkan dalam skala terbatas."
Dia berpendapat bahwa hasil yang lebih baik dapat dicapai dalam privasi ruang konferensi daripada pertengkaran di depan umum.
Atas dasar itu, Duterte mengatakan bahwa ia bertekad untuk berdamai, "mengingat fakta bahwa kebanggaan nasional dan integritas teritorial dipertaruhkan."
Sebagian besar ketegangan dalam hubungan antara Cina dan Filipina berasal dari klaim mereka yang saling bersaing di Laut Cina Selatan. Duterte mengatakan bahwa ia mengangkat sengketa teritorial dengan Presiden Xi Jinping dari Cina pada awal masa jabatannya, tetapi diperingatkan oleh pemimpin Cina bahwa mengangkat isu ini akan menyebabkan masalah.
Duterte mengatakan bahwa Cina telah memasang rudal yang dipandu di Laut Cina Selatan yang dapat mencapai ibu kota Filipina, Manila, dalam beberapa menit.
"Apakah Anda menginginkan perang?" tanya Duterte yang tampaknya ditujukan pada kelompok-kelompok nasionalis. Setelah menerima peringatan dari Xi Jinping, Duterte berkata, "Apa yang bisa saya lakukan?"
Duterte juga menyalahkan pendahulunya, Benigno S. Aquino III, karena kehilangan Scarborough Shoal, pulau karang yang diklaim oleh Cina dan Filipina. Dia mengatakan pemerintah Aquino telah mengizinkan Cina untuk mengambilnya pada 2012 ketika dia menarik Penjaga Pantai Filipina dari daerah itu dalam menghadapi blokade Cina.
Di bawah Aquino, Filipina membawa kasusnya ke pengadilan internasional di Den Haag, yang pada 2016 menolak argumen Cina bahwa mereka menikmati hak historis atas sebagian besar Laut Cina Selatan.
Tetapi Duterte tidak menekan Cina untuk menerima putusan itu, malah membuat keputusan untuk menenangkan Beijing dengan sering mengunjungi dan mengumpulkan janji investasi miliaran dolar AS.
Pada hari Senin, Rodrigo Duterte mengatakan kepada Kongres bahwa bahkan jika dia mengirim militer Filipina untuk mengusir Cina dari Laut Cina Selatan, "Saya jamin, tidak ada dari mereka yang akan pulang hidup-hidup."