TEMPO.CO, Hong Kong – Aktivis pro-demokrasi terkenal Hong Kong, Nathan Law, mengritik pemerintah pasca penyerangan kelompok preman triad yang diduga berasal dari Cina terhadap warga di stasiun kereta.
“Ketika kelompok preman asal Cina menyerang warga, tidak ada petugas penegak hukum di lokasi. Pemerintah memalukan,” kata Law seperti dilansir Channel News Asia pada Senin, 22 Juli 2019.
Serangan preman di stasiun Yuen Long, Hong Kong, menimbulkan kekhawatiran adanya campur tangan triad terhadap konflik politik yang sedang terjadi di sana.
Ini karena sebagian penumpang kereta adalah warga yang barus saja berunjuik rasa menolak pemerintah. Pengunjuk rasa juga sempat mengepung kantor perwakilan Cina di Hong Kong.
Pengunjuk rasa ini menolak upaya amandemen legislasi ekstradisi, yang memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi warga ke Cina daratan jika dianggap melanggar hukum di sana.
Distrik Yuen Long berada di kawasan New Territories, yang terletak di dekat perbatasan dengan Cina. Di daerah ini, kelompok preman dan warga pendukung pro-Beijing tetap berpengaruh kuat.
Rekaman video menunjukkan sebagian kelompok penyerang berkaos putih meninggalkan Hong Kong dengan memasuki mobil berplat nomor Cina.
Aksi penyerangan ini juga pernah terjadi pada 2014. Saat itu gerakan pro-demokrasi “Umbrella Movement” diserang sekelompok preman pro pemerintah. Kelompok ini diduga merupakan anggota triad.
Pada saat serangan kelompok preman terjadi, massa anti-pemerintah berunjuk rasa dan mengepung kantor perwakilan Cina di Hong Kong.
Demonstran melempari kantor perwakilan Cina dengan telur dan mencoreti dindingnya dengan grafiti yang berisi pesan memprotes kekuasaan Beijing.
Dalam pernyataannya, polisi mengecam serangan preman di Yuen Long dan unjuk rasa rusuh di tengah Hong Kong. Polisi mengatakan sedang mengusut kasus ini.
“Polisi juga mengatakan tidak ada penangkapan terhadap pelaku penyerangan di stasiun ataupun saat razia lanjuta di desa sekitar stasiun,” begitu dilansir Channel News Asia.
Asisten Komandan Polisi Distrik Yuen Long, Hong Kong, mengatakan polisi harus menunggu datangnya bantuan untuk mengatasi kerusuhan yang melibatkan lebih dari 100 orang di stasiun.
Dia mengaku polisi tidak melihat adanya kelompok massa berkaos putih membawa tongkat dan bambu berkeliaran di desa di sekitar stasiun Yuen Long.
“Kami tidak bisa mengatakan ada masalah karena Anda mengenakan pakaian putih,” kata dia.
Seperti dilansir Reuters, kondisi stabilitas keamanan di Hong Kong terganggu pasca aksi penolakan besar-besaran pengesahan legislasi ekstradisi sejak Juni lalu.
Legislasi itu memungkinkan otoritas hukum Hong Kong untuk mengekstradisi warga ke Cina daratan jika dianggap melanggar hukum di sana.
Padahal, Hong Kong dan Cina menganut prinsip satu negara dengan dua sistem berbeda, yaitu Demokrasi dan Komunis.
Pemerintah Hong Kong mengatakan upaya amandemen legislasi itu telah gagal. Namun, aktivis pro demokrasi meminta pemerintah mencabut pengajuan amandemen legislasi agar tidak ada lagi pembahasan di Dewan Legislatif Hong Kong.