TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan demonstran melakukan unjuk rasa di kota Yangon, Myanmar pada Rabu, 17 Juli 2019. Unjuk rasa itu untuk mendukung proposal amandemen konstitusional yang akan mengurangi kekuasaan militer Myanmar.
Unjuk rasa terpisah telah direncanakan dilakukan pada hari yang sama untuk menentang reformasi itu.
Dikutip dari reuters.com, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi atau NLD saat ini sedang mendorong perubahan konstitusional meskipun anggota parlemen dari tubuh militer Myanmar menentangnya. NLD adalah partai yang dibentuk oleh Peraih Nobel bidang perdamaian Aung San Suu Kyi.
Dalam unjuk rasa Rabu, 17 Juli 2019, sejumlah aktifis turun ke jalan memimpin unjuk rasa. Mereka memakai ikat kepala warna merah dengan tulisan 'Amandemen Konstitusi 2008'.
"Pemerintah saat ini sedang mencoba membuat terobosan, tetapi mereka terjegal oleh konstitusi 2008," kata salah seorang pengkoordinir demonstrasi, Pyae Phyo Zaw.
Militer Myanmar Menolak Diselidiki ICC atas Rohingya
Aung San Suu Kyi membuka KTT Investasi Myanmar 2019 di Nay Pyi Taw, ibukota Myanmar. [MYANMAR TIMES]
Myanmar selama berpuluh tahun dipimpin oleh militer. Suu Kyi yang memenangkan pemilu pada 2016, dipaksa membagi kekuasaan dengan sejumlah jenderal di militer negara itu.
Masih Dibayangi Militer, Myanmar Ingin Reformasi Konstitusi
Di bawah konstitusi yang dibuat oleh pemerintah militer atau junta, Panglima Militer Myanmar berhak mengajukan nama-nama yang akan duduk di parlemen dan menguasai sepertiga lembaga itu. Militer juga memegang jatah untuk kursi Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri dan urusan perbatasan.
Konstitusi 2008 yang dibuat oleh militer juga tak membolehkan Myanmar dipimpin oleh presiden yang menikah dengan warga negara asing atau memiliki anak dengan warga negara berbeda. Dengan begitu, Suu Kyi yang menikah dengan Michael Aris, seorang warga negara Inggris akhirnya tak bisa menjadi Presiden meskipun memenangkan pemilu.
Sebelumnya pada Senin, 15 Juli 2019, ribuan proposal amandemen dari sejumlah partai politik di Myanmar dimasukkan ke parlemen untuk menjadi bahan perdebatan. Namun apa saja tumpukan proposal itu belum disampaikan ke publik.
Nay Phone Latt, anggota parlemen dari Partai NLD mengatakan kepada Reuters salah proposal itu adalah menyusun waktu dimana jumlah kursi militer Myanmar di parlemen dikurangi secara bertahap, mulai dari 25 persen sampai 15 persen per tahun 2021.