TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-o-cha secara resmi mengundurkan diri sebagai kepala pemerintahan junta militer pada Senin kemarin, dengan mengatakan Thailand akan kembali sebagai demokrasi normal setelah lima tahun pemerintahan militer.
Prayuth tetap sebagai perdana menteri dengan dukungan partai-partai pro militer di parlemen dan majelis tinggi yang ditunjuk militer di bawah konstitusi yang disebut para kritikus menghambat demokrasi dan menguntungkan posisi militer dalam politik.
Menurut laporan Channel News Asia, 16 Juli 2019, Prayuth, dalam pidato yang disiarkan televisi televisi mengatakan, aturan militer telah membawa kesuksesan di banyak daerah, dari memperbaiki masalah penangkapan ikan ilegal dan perdagangan manusia, hingga menyelamatkan 12 anak laki-laki dan pelatih sepak bola mereka yang terjebak di sebuah gua yang banjir tahun lalu.
Mantan panglima militer yang merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2014, mengatakan intervensi kemudian diperlukan untuk memulihkan ketertiban setelah enam bulan protes di jalanan dan bentrokan diwarnai kekerasan, tetapi keadaan kembali normal setelah pemilihan 24 Maret.
"Thailand sekarang sepenuhnya negara demokratis dengan monarki konstitusional, dengan parlemen yang anggota-anggotanya dipilih," kata Prayuth.
Lihat foto: Raja Maha Vajiralongkorn Diarak Keliling Bangkok
"Semua masalah akan ditangani secara normal berdasarkan sistem demokrasi tanpa menggunakan kekuatan khusus," katanya, merujuk pada kekuatan besar yang dimiliki pemerintah militer.
Pekan lalu, Prayuth menggunakan kekuatan itu untuk terakhir kalinya untuk mengakhiri berbagai pembatasan pada media. Dia juga memindahkan kasus-kasus hukum sipil dari militer ke pengadilan sipil meskipun dia mempertahankan kekuasaan untuk membiarkan pasukan keamanan melakukan pencarian dan membuat penangkapan.
Raja Maha Vajiralongkorn pekan lalu mendukung kabinet sipil baru Prayut, yang diambil dari pemerintah koalisi 19 partai yang memegang mayoritas tipis di parlemen.
Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-ocha (kanan) ikut ambil bagian dalam latihan pemakaman untuk mendiang Raja Thailand Bhumibol Adulyadej di dekat Grand Palace di Bangkok Thailand 21 Oktober 2017. REUTERS
Thailand telah mengalami kekacauan politik serta dua kudeta militer selama 15 tahun terakhir, ketika pasukan politik baru yang menarik dukungan dari pedesaan telah menantang pemerintahan junta militer yang berbasis di Bangkok.
Orang-orang pada umumnya berhati-hati tentang apa yang mungkin dibawa oleh kekuasaan baru.
"Kita harus melihat pekerjaan mereka terlebih dahulu," Noppawan Hiranpruk, 47 tahun, seorang pedagang pasar mengatakan kepada Reuters.
"Tidak apa-apa untuk memiliki wajah-wajah lama asalkan mereka memiliki ide-ide baru untuk mewujudkan hal-hal baru," katanya.
Pemerintahan baru Thailand di bawah Prayuth Chan-o-cha secara resmi mengambil alih kekuasaan setelah upacara sumpah jabatan pada Selasa, karena perdana menteri akan mempresentasikan kebijakannya ke parlemen minggu depan.