TEMPO.CO, Jakarta - Dewan HAM PBB pada Kamis, 11 Juli 2019 melakukan pemungutan suara terkait rencana melakukan investigasi atas dugaan pembunuhan massal dalam kampanye perang melawan narkoba yang digagas Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Langkah Dewan HAM PBB ini adalah sebuah terobosan dalam isu yang menjadi perhatian masyarakat Filipina. Proses pemungutan suara yang dipimpin oleh Islandia menghasilkan sebanyak 18 negara anggota Dewan HAM PBB setuju dilakukan investigasi, sedangkan 14 negara lainnya menolak.
Diantara negara yang menolak itu adalah Cina. Sedangkan 15 negara lainnya memilih abstain, termasuk Jepang.
Juru bicara Persiden Duterte, Salvador Panelo, mengatakan pihaknya mempertanyakan keabsahan resolusi Dewan HAM PBB itu karena tidak didukung oleh suara mayoritas anggota. Masyarakat Filipina saat ini sangat mendukung kepemimpinan Presiden Duterte yang unik dan pendekatan yang dilakukannya.
Baca juga:Duterte Menolak Investigasi Internasional Soal Perang Narkoba
Seorang wanita teriak histeris setelah melihat Nora Acielo, seorang tetangganya yang tewas tertembak oleh orang tak dikenal di pemukiman kumuh di Manila, Filipina, 8 Desember 2016. Kasus penembakan Acielo merupakan kasus ke-13 yang tercatat terkait narkoba dalam 24 jam terakhir dalam perang tanpa henti Presiden Rodrigo Duterte terhadap obat-obatan terlarang. AP Photo/Bullit Marquez
Baca juga:20 Negara Minta PBB Investigasi Kampanye Anti-Narkoba Duterte
Duterte’s spokesman, Salvador Panelo, questioned the validity of a resolution not backed by the majority of council members, saying Filipinos overwhelmingly backed the president’s unique leadership and approach.
"Ini bukan hanya sebuah langkah untuk menebus keadilan bagi ribuan keluarga korban pembunuhan tanpa peradilan di Filipina, tapi ini juga sebuah pesan bagi mereka yang memuji Presiden Duterte. Perang melawan narkoba seperti kami sampaikan berulang kali adalah sebuah kepalsuan," kata Ellecer Carlos, dari kelompok HAM iDefend.
Kalangan aktivis berpendapat, sekitar 10 ribu orang tewas dalam operasi perang melawan narkoba yang menyasar komunitas-komunitas miskin Filipina. Kepolisian hanya menggunakan daftar pantauan untuk mengidentifikasi terduga pengguna atau penjual dan mengeksekusi mati mereka dalam operasi yang dilakukan.
Operasi perang melawan narkoba semakin menjadi sorotan ketika pada 29 Juni 2019 Myca Ulpina, balita perempuan berusia 3 tahun, menjadi korban tewas dalam kampanye ini. Dia menjadi korban termuda dalam kampanye anti-narkoba Presiden Duterte. Kepolisian mengatakan Renato telah menggunakan putrinya sebagai tameng.