TEMPO.CO, Jakarta - Tiga kapal laut Iran pada Kamis, 11 Juli 2019, mencoba mencegat sebuah kapal tanker berbendera Inggris, British Heritage, yang melintasi Selat Hormuz, yang terletak diantara Iran dan Semenanjung Arab. Tindakan mencegat jalan kapal British Heritage itu berakhir saat sebuah Kapal Angkatan Laut Inggris muncul untuk mengkonfrontasi.
Menjawab hal ini, Menteri Luar Negeri Iran (Menlu) Mohammad Javad Zarif menyangkal kalau kapal-kapal laut Iran mencoba mencegat kapal British Heritage. Zarif mengatakan hal itu tak ada gunanya bagi mereka.
Dikutip dari reuters.com, Jumat, 12 Juli 2019, Kapal Angkatan Laut Inggris yang bernama HMS Montrose terpaksa maju menghadapi tiga kapal laut Iran dan kapal British Heritage. HMS Montrose lalu mengeluarkan peringatan verbal kepada kapal-kapal Iran untuk mudur.
Juru bicara pemerintah Inggris dalam sebuah pernyataan mendesak Iran agar menurunkan ketegangan di kawasan.
Baca juga:Iran Dituding Hadang Kapal Tanker Inggris di Selat Hormuz
Kapal tanker minyak Grace 1 yang diduga membawa minyak mentah Iran ke Suriah terlihat di dekat Gibraltar, Spanyol, 4 Juli 2019. [Stephen McHugh via REUTERS]
Baca juga:Masyarakat Iran Tak Mencemaskan Ketegangan dengan Amerika Serikat
Sedangkan Mark Milley, Kepala Staf Gabungan Militer Amerika Serikat, mengatakan kejadian ini memperlihatkan adanya sebuah upaya oleh sejumlah kapal untuk mengambil alih sebuah kapal komersial berbendera Inggris. Dia menekankan, kebebasan bernavigasi adalah sebuah prinsip dasar dan pengawalan kapal-kapal komersial oleh kapal militer telah menjadi hal yang dipertimbangkan Amerika Serikat dengan sekutu-sekutunya dan akan dikembangkan dalam beberapa pekan ke depan.
Amerika Serikat menyalahkan Iran atas serangkaian serangan di jalur pengiriman laut sejak pertengahan Mei 2019, namun tuduhan itu disangkal Tehran. Selat Hormuz yang dikendalikan oleh Iran adalah jalur utama pengiriman minyak mentah di Timur Tengah.
Hubungan Iran - Amerika Serikat semakin memburuk setelah Iran menembak pesawat tanpa awak atau drone milik Amerika Serikat dan Presiden Donald Trump menyerukan serangan udara untuk membalas hal itu, tetapi tak lama kemudian membatalkannya dengan pertimbangan dampak serangan.