TEMPO.CO, Jakarta - Dalam laporannya, Amnesty Internasional mengungkap tentara gay Korea Selatan rentan persekusi meski militer menjamin hak minoritas LGBT+.
Hubungan homoseksual adalah kriminal di militer Korea Selatan. Pada 2017, tim investigasi militer memeriksa seorang letnan. Mereka menghubungkannya dengan mantan pasangan prianya melalui video call. Sang letnan mengaku. Lantas tim investigasi menyita smarthphone-nya, mendesaknya untuk mengungkap tentara gay di daftar kontaknya.
Dalam laporan New York Times, 10 Juli 2019, sang letnan yang diwawancara dengan nama panggilan Kim, bisa saja masuk penjara, tetapi dakwaannya ditangguhkan karena penyesalan dan pengakuannya. Dia memilih untuk meninggalkan ketentaraan, karena percaya bahwa dia tidak lagi memiliki masa depan di sana.
Baca juga: Mounir Baatour, Gay Jadi Kandidat Presiden Tunisia 2019
Militer Korea Selatan mengatakan tidak mendiskriminasi pelaku seksual minoritas. Tetapi kasus Kim adalah salah satu dari peningkatan jumlah tentara gay atau transgender yang telah dilecehkan berdasarkan Pasal 92-6 dari Undang-Undang Pidana Angkatan Darat, yang telah digunakan untuk mengeluarkan mereka dan menghukum mereka karena melakukan hubungan seksual berdasarkan kesepakatan, ungkap Amnesty International dalam sebuah laporan dirilis pada Kamis.
Menurut Pasal 92-6, "seks anal dan tindakan tidak senonoh lainnya" antara personel militer dapat dihukum hingga dua tahun penjara, bahkan jika dilakukan di luar markas, ketika para prajurit tidak bertugas dan dengan persetujuan bersama. Upaya berulang oleh advokat untuk LGBT dan interseks untuk menghapuskan hukuman ini tidak berhasil.
"Militer Korea Selatan harus berhenti memperlakukan LGBTI sebagai musuh," kata Roseann Rife, direktur penelitian Asia Timur di Amnesty International.
Baca juga: Anaknya Gay, Istri PM Singapura Dukung Cabut UU Anti-Homoseksual
Laporan berjudul "Serving in Silence," juga merinci pelecehan seksual dan lainnya yang dilakukan pada tentara gay, atau tentara yang dianggap gay, oleh atasan mereka dan sesama prajurit.
"Sudah lama tertunda bagi militer untuk mengakui bahwa orientasi seksual seseorang sama sekali tidak relevan dengan kemampuan mereka untuk melayani," kata Rife.
Pemerintah Korea Selatan mengatakan Pasal 92-6 tidak dimaksudkan untuk menghukum orientasi seksual. Sebaliknya, katanya, perlu untuk mencegah pelecehan seksual di tentara, yang hampir seluruhnya laki-laki.
Mahkamah Konstitusi Korea Selatan telah berulang kali memutuskan bahwa pasal tersebut dibenarkan oleh kebutuhan militer untuk menjaga disiplin dan "kekuatan tempur".
Korea Selatan, yang secara teknis telah berperang dengan Korea Utara selama beberapa dekade, memiliki pasukan wajib militer sekitar 600.000 tentara. Semua pria Korea Selatan yang berbadan sehat dituntut untuk mengabdi wajib militer selama sekitar dua tahun.
Militer mengatakan tidak melarang gay dan transgender mengabdi, dan Kementerian Pertahanan telah memperluas pelatihan tentang melindungi hak-hak minoritas seksual.
Apa yang dilarang, kata tentara, bukanlah identitas seksual, tetapi apa yang menurut hukum disebut aktivitas seksual "tidak senonoh".
Seorang instruktur mengajarkan sejumlah tentara Korea Selatan dalam menyeimbangkan badanya saat ikut ambil bagian dalam kelas balet di sebuah pangkalan militer di dekat zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea di Paju, Korea Selatan, 13 Juli 2016. REUTERS
Penegakan Pasal 92-6 telah meningkat. Jumlah tentara yang dituntut dengan pasal ini naik dari dua per tahun pada 2009 dan 2010 menjadi 14 pada 2012, lalu 28 pada 2017. Sepuluh tentara dituntut pada paruh pertama 2018, periode baru dari data yang tersedia.
Veteran militer telah lama melaporkan diskriminasi terhadap kaum homoseksual di ketentaraan, juga pelanggaran yang lebih luas seperti pemukulan, perpeloncoan dan intimidasi. Sebagian besar tentara gay menyembunyikan orientasi seksual mereka karena takut disingkirkan dan dilecehkan.
Pada tahun 2017, tahun ketika Kim diinterogasi, tentara meluncurkan penumpasan yang sangat agresif berdasarkan Pasal 92-6, menyita ponsel para tentara tanpa surat perintah dan memaksa mereka untuk mengidentifikasi prajurit lain yang berhubungan seks dengan mereka, menurut Military Human Rights Center, sebuah kelompok sipil yang berbasis di Seoul.
Baca juga: Taiwan Jadi Negara Asia Pertama Legalkan Pernikahan Sesama Jenis
Sembilan tentara yang bertugas aktif didakwa, delapan di antaranya dihukum, termasuk seorang kapten yang menerima hukuman penjara yang ditangguhkan. Beberapa kasus sedang diajukan banding, dan tidak ada tentara yang dikirim ke penjara, menurut Lim Tae-hoon, direktur Pusat Hak Asasi Manusia Militer Korea, yang memberikan bantuan hukum bagi para prajurit.
Empat belas tentara lainnya diselidiki tetapi tidak didakwa, beberapa di antaranya, termasuk Kim, telah mengajukan petisi kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan Pasal 92-6 tidak konstitusional, kata Lim.
Di Korea Selatan, yang lambat dalam merangkul hak-hak minoritas seksual seperti gay atau LGBT+ pada umumnya, bahwa tindakan keras pada 2017 memicu tingkat kemarahan yang tidak biasa.