TEMPO.CO, Jakarta - Para mantan pejabat eksekutif perusahaan Prancis diadili karena dituduh menyebabkan 35 karyawan bunuh diri.
Para pria, yang semuanya mantan eksekutif puncak di perusahaan telekomunikasi raksasa Prancis, ingin merampingkan perusahaan yang diisi oleh ribuan pekerja sepuluh tahun lalu. Tetapi mereka tidak bisa memecat sebagian besar dari mereka. Para pekerja adalah pegawai negeri, yang berarti pegawai seumur hidup dan karenanya dilindungi.
"Jadi eksekutif memutuskan untuk membuat hidup begitu tak tertahankan sehingga para pekerja akan pergi," kata jaksa, menurut laporan New York Times, 10 Juli 2019.
Sebaliknya, setidaknya 35 karyawan (pro pihak karyawan mengatakan hampir dua kali lipat dari jumlah itu) bunuh diri, merasa terjebak, dikhianati dan putus asa.
Baca juga: Pejabat Amnesty International Bunuh Diri, Akibat Stres
Pada Selasa mantan eksekutif perusahaan Prancis Télécom, dulu perusahaan telepon nasional, dan sekarang salah satu perusahaan swasta terbesar di Prancis, Orange, diadili karena pelecehan moral.
Ini adalah pertama kalinya para bos Prancis, melalui UU Perlindungan Ketenagakerjaan Prancis yang ketat, telah dituntut atas pelecehan sistemik yang menyebabkan kematian pekerja.
Persidangan telah memicu perdebatan kapitalisme dan budaya perusahaan, seberapa jauh perusahaan dapat merampingkan, mengurangi hutang dan menghasilkan uang?
Jika terbukti bersalah, mantan eksekutif itu akan dihukum penjara setahun dan denda US$ 16.800 atau Rp 237 juta.
Ketika Presiden Emmanuel Macron berusaha membuat Prancis lebih ramah bisnis, ia menghadapi banyak pemogokan dan menghadapi pemberontakan di kalangan pengunjuk rasa Rompi Kuning yang menuduhnya sebagai presiden orang kaya.
Sementara banyak pekerja mengeluh bahwa mereka berjuang untuk memenuhi kebutuhan, pengusaha mengatakan sistem tunjangan sosial yang murah hati dan perlindungan pekerja membuat perekrutan karyawan semakin berat dan menghambat penciptaan lapangan kerja.
Baca juga: Karyawan Bunuh Diri Keberatan Beban Kerja, CEO Mundur
France Télécom pernah diprotes ribuan pelanggan telepon rumah. Negara memerintahkan perusahaan untuk menjadi perusahaan swasta pada tahun 2003, dan pada tahun 2005, perusahaan terjerat hutang US$ 50 miliar (Rp 706 triliun).
Eksekutif perusahaan berpikir mereka perlu menyingkirkan 22.000 pekerja dari 130.000 karyawan France Télécom.
"Mereka macet, terpojok," kata Michel Ledoux, salah satu pengacara penggugat. "Satu-satunya kemungkinan adalah membuat mereka pergi, dengan satu atau lain cara."
Berminggu-minggu kesedihan berdasarkan kesaksian tentang karyawan putus asa yang menggantung diri, membakar diri mereka sendiri, atau melemparkan diri mereka keluar dari jendela, di bawah kereta api dan dari jembatan dan jalan layang, telah menyebut bahwa para mantan eksekutif bertindak terlalu jauh.