TEMPO.CO, Berlin – Negara Eropa mendesak digelarnya pertemuan untuk membahas Perjanjian Nuklir Iran 2015.
Baca juga: Lima Negara Tanggapi Soal Perjanjian Nuklir Iran, Apa Katanya?
Ini terjadi setelah pemerintah Iran menyatakan telah memproduksi uranium kadar rendah melebihi kuota yang diatur dalam perjanjian itu.
Perjanjian nuklir ini atau Joint Comprehensive Plan of Action didukung oleh Inggris, Jerman, Prancis, Rusia dan Cina. AS keluar dari perjanjian in pada 2018.
“Isu-isu ini harus dibahas dalam kerang JCPOA dan Komisi Gabungan harus dibentuk,” begitu pernyataan dari kementerian Luar Negeri Inggris, Prancis, Jerman, dan diplomat Uni Eropa, seperti dilansir Reuters pada Selasa, 9 Juli 2019.
Baca juga: Apa Isi Perjanjian Nuklir Iran yang Ditolak Amerika Serikat?
Menurut seorang diplomat, yang identitasnya dirahasiakan, negara Eropa belum meminta dimulainya proses resolusi sengketa, yang diatur di dalam perjanjian itu.
Komisi Gabungan diketuai oleh diplomat senior Eropa yaitu Federica Mogherini. Komisi ini beranggotakan perwakilan negara yang meneken perjanjian nuklir dengan Iran.
“Iran telah menyatakan ingin tetap melanjutkan perjanjian JCPOA. Iran harus bertindak sesuai perjanjian dan membalik aktivitas serta mematuhi JCPOA secara penuh tanpa menunggu,” begitu pernyataan pejabat Eropa.
Baca juga: 5 Poin dari Kesepakatan Nuklir Iran
JCPOA juga mengatur ketentuan Iran mendapatkan akses perdagangan global atas kesepakatan menghentikan proses pengayaan uranium. Iran mendesak Eropa memenuhi kesepakatan ini di tengah tekanan ekonomi AS, yang memblokir penjualan minyak mentah Iran.
Pejabat Iran telah mengatakan Dewan Keamanan Tertinggi sedang mempertimbangkan untuk memperkaya uranium hingga 20 persen atau lebih. Bom nuklir membutuhkan kadar 90 persen pengayaan uranium agar bisa efektif.
Baca juga: Israel akan Serang Iran jika Terus Kembangkan Nuklir
Secara terpisah, Tehran Times melansir pemerintah Iran mengumumkan peningkatan stok pengayaan uranium berkadar rendah 3.67 persen karena negara Eropa dinilai gagal memenuhi tenggat 60 hari untuk membentuk mekanisme bisnis yang bisa melindungi negara itu dari sanksi ekonomi AS.
Mengutip pengamat Ellie Geranmayeh dari European Concil on Foreign Relations, Eropa terbilang lambat memenuhi komitmen ekonomi sehingga berdampak pada implementasi perjanjian nuklir Iran ini.