TEMPO.CO, Jakarta - Hubungan antar masyarakat, baik yang dilakukan oleh mahasiswa dan pelajar, kunjungan wisatawan maupun masyarakat luas, akan menjadi kunci yang semakin penting bagi kemitraan antara Indonesia dan Amerika Serikat hingga di masa yang akan datang.
Hal ini mengemuka dalam simposium sehari bertajuk "Hubungan 70 tahun Indonesia-AS: Sejarah, Kebijakan dan Masa Depan" yang digelar bersama oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Washington DC, Hudson Institute, dan US Indonesia Society (USINDO) di Washington DC pada 9 Juli 2019.
Simposium ini membahas aspek historis, sekaligus tantangan maupun peluang serta proyeksi hubungan Indonesia dan AS di masa depan.
Baca juga: Indonesia Ingin Hubungan dengan Amerika Serikat Menguntungkan
Menurut Duta Besar (Dubes) RI untuk Amerika Serikat, Mahendra Siregar, kedua negara harus menginvestasikan berbagai upaya untuk mendorong komunikasi dan kemitraan yang lebih aktif antar generasi muda yang akan melengkapi dan memperkuat diplomasi tingkat pemerintah.
"Perkembangan dan kemajuan teknologi yang serba cepat dan transparan, membuat komunikasi antar masyarakat kedua negara tidak lagi ada jarak, baik dari perspektif geografis maupun budaya, sehingga menjadi lebih lugas dan produktif. Kemitraan RI dan AS juga senantiasa didasarkan prinsip kesetaraan di semua aspek," kata Dubes Mahendra.
Baca juga:Ke Indonesia, Menhan Amerika Serikat Ingin Perkuat Kerja Sama
Hal sama disampaikan sejarawan Baskara T. Wardaya yang menyinggung kedekatan masyarakat kedua negara sudah terlihat sejak lama. Salah satunya adalah kisah menarik yang jarang diketahui publik, yakni saat Allan Broom Savannah dari Negara Bagian Georgia yang pada Januari 1950 mengirim surat pribadi kepada Presiden Harry Truman agar Pemerintah AS mendukung Indonesia dalam menegakkan kemerdekaan.
Masih dalam konteks historis, sejarawan dari Ohio State University, Prof. Robert J. McMahon menekankan simpati publik Amerika Serikat pada masa-masa awal perjuangan bangsa Indonesia dalam menegakkan kemerdekaan juga selaras dengan kebijakan Pemerintah Amerika Serikat.
"Saat Belanda, yang nota bene adalah sekutu Amerika Serikat, melakukan aksi militer yang kedua oleh pada tahun 1948 misalnya, Amerika Serikat mengancam tidak akan mengucurkan bantuan Marshall Plan ke Belanda yang perekonomiannya tengah morat-marit, jika Belanda tidak menghentikan aksinya tersebut," tukasnya.
Terkait proyeksi ke depan kerjasama kedua negara, Mark Clark, Acting Deputy Assistant Secretary urusan Asia Pasifik Kementerian Luar Negeri AS menegaskan bahwa evolusi positif kemitraan Indonesia dan AS menjangkau banyak aspek.
"Dalam beberapa waktu terakhir, kita melihat pengembangan bidang-bidang baru seperti dialog kerjasama mengenai ruang angkasa, penanganan mitigasi bencana, kesehatan, terorisme, pencurian ikan di laut dan sebagainya", tukas diplomat senior AS yang fasih berbahasa Indonesia ini.
Sementara itu, menurut salah satu panelis, yakni Dubes David Merrill, Ketua USINDO, aspek strategis lain yang perlu didorong adalah kerjasama antar Parlemen, antara lain melalui peningkatan frekuensi saling kunjung, diskusi, dan berbagi pengalaman antar anggota legislatif Amerika Serikat - Indonesia.